Minggu, 19 April 2009

TIPE-TIPE DASAR PENDAMPINGAN
DAN KONSELING PASTORAL

Pdt Masada Sinukaban
KESAKTIAN PEDULI GENERASI INDONESIA

Tantangan Pendampingan dan Konseling Pastastoral masa Kini
Konseling Pastoral adalah alat yang penting sekali yang membantu Gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, taman kehidupan Rohani dan bukan suatu klub atau museum. Konseling dapat membantu menyelamatkan bidang kehidupan yang menderita kerusakan dalam badai kehidupan sehari-hari, yang hancur karena rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian. Dalam program pendampingan dan konseling yang efektif, pendeta dan warga gereja sudah terdidik berfungsi sebagai orang yang memperlancar penyembuhan dan pertumbuhan. Program pendampingan konseling yang efektif dan mentransformir suasana antar pribadi jemaat dan dapat membuat gereja menjadi tempat pemeliharaan keutuhan manusia disepanjang siklus kehidupannya.
Pendampingan dan Konseling Pastoral terus membantu pembaharuan semangat Gereja dengan menyediakan alat untuk pembaharuan pribadi, hubungan, dan kelompok manusia. Konseling mengurangi kelumpuhan kemampuan umat Kristen untuk memberi dan menerima kasih. Dengan demikian konseling dapat membantu kita menjadi Gereja, yaitu persekutuan yang didalamnya Kasih Allah menjadi realitas yang dialami dalam hubungan-hubungan. Jadi, Konseling terus menjadi alat pembaruan melalui pendamaian, yang membantu menyembuhkan keterasingan orang dari diri sendiri, dari keluarga, dari warga Gereja lainnya, dari orang yang berada dari luar Gereja, dan dari hubungannya dengan Allah yang memberi kegairahan dan pertumbuhan. Konseling dapat membuka kesadaran baru, memperbaiki pandangan mata hati kita yang dahulu menjadi buta karena kecemasan, kepedulian pada diri sendiri yang dibebani oleh rasa bersalah atas segala keindahan, tragedi, keajaiban dan kesakitan orang. Konseling dapat membebaskan kemampuan orang menuju kemurnian dan kegairahan. Konseling dapat membebaskan daya ciptanya yang terperangkap, yaitu daya cipta yang terdapat dalam diri setiap orang. Dengan membaharui orang sebagai manusia, Konseling membantu memperkuatnya menjadi perantara pembaruan dalam Gereja dan masyarakat yang benar-benar sangat membutuhkan pembaruan.
Konseling dan pendampingan dapat menjadi alat-alat penyembuhan dan pertumbuhan yang membantu orang mengembangkan apa yang paling sulit dicapai dalam periode sejarah masakini, yaitu hubungan yang mendalam.
Ketika orang bersentuhan dengan kehidupan Yesus, dia mengalami didalam Dia kuasa penyembuhan yang berasal dari keterbukaan kepada diri sendiri, orang lain, alam dan Allah. Dia berhadapan dengan Yesus yang hidup-Nya merupakan saluran yang dalam. Dari Dia mengalir dengan bebas dan berkelimpahan segala sumber daya penyembuhan dan pertumbuhan, yaitu Roh pengasih Allah.
Tujuan utama dari buku ini adalah membantu para pendeta dan para Mahasiswa/i teologi untuk mengembangkan keterampilan yang setinggi-tingginya dalam metode dasar pendampingan dan Konseling yang diperlukan dalam pelayanan penyembuhan dan pertumbuhan yang efektif. Termasuk kedalam tujuan umum ini, terdapat beberapa tujuan khusus:
(1) Buku ini bertujuan untuk melukiskan pertumbuhan holistik yang baru dan paradigma yang berpusat pada pembebasan untuk pendampingan Pastoral dan Konseling yang berpusat pada keutuhan rohani dan etis.
(2) Buku ini bertujuan untuk meninjau seluas-luasnya misi, dasar teologis, warisan historis, dan keunikan pendampingan dan Konseling pastoral.
(3) Buku ini bertujuan meninjau kembali prosedur fundamentalis bagi semua pendampingan dan Konseling pastoral.
(4) Buku ini bertujuan untuk mengemukakan tipologi pendampingan dan Konseling pastoral sebagai cara untuk mengerti kesempatan Pendeta yang seluas-luasnya untuk memperlancar penyembuhan dan pertumbuhan. Perlu dijelaskan bahwa bermacam-macam metode Konseling sering dipakai dalam berbagai tahap hubungan Konseling, bahkan dalam pertemuan yang sama. Sama halnya dengan seorang tukang kayu, dia membutuhkan macam-macam alat untuk membuat satu perabut yang bagus. Konselor pun demikian halnya. Ia membutuhkan bermacam-macam metode untuk menolong orang memulihkan perkawinannya atau struktur nila yang jelek.
(5) Tujuan selanjutnya dari buku ini adalah menyoroti berbagai tipe pendampingan dan konseling yang sangat penting dan normatif yang berpusar pada diri manusia, pelayanan umum (non-spesialis), bantuan krisis jangka pendek; pendampingan dan konseling bagi keluarga yang berkabung; penyuburan dan Konseling perkawinan dan Keluarga; Konseling terarah referal ; Konseling pendidikan dan Konseling kelompok kecil; dan pendidikan tim pendamping warga Gereja
(6) Tujuan terakhir buku ini adalah mendorong penggunaan metode simulasi secara luas dalam mempelajari pendampingan dan Konseling pastoral. (Halaman 15-25, 2002).
(7)

Model Pengembalaan dan Konseling Pastoral yang Terarah Pada Pembebasan dan Pertumbuhan yang Holistik
Pengembalaan dan Konseling Pastoral adalah pemanfaatan hubungan seseorang dan orang lainnya didalam pelayanan. Hubungan itu dapat berupa hubungan satu orang tertentu dengan satu orang lainnya atau dalam suatu kelompok kecil. Hubungan itu memungkinkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang menyembuhkan baik dalam diri orang-orang yang dilayani tersebut maupun didalam relasi-relasi mereka. Pengembalaan adalah suatu pelayanan yang luas cakupannya. Pengembalaan mencakup pelayanan saling menyembuhkan dan menumbuhkan didalam suatu jamaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka. Konseling pastoral adalah hubungan dimensi dari pengembalaan. Dalam Konseling Pastoral bermacam-macam metode untuk menolong orang dimanfaatkan, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi masalahnya atau krisis-krisis yang mereka hadapi. Dan dengan Konseling itu mereka akan mengalami penyembuhan dari kehancurannya. Konseling Pastoral adalah suatu fungsi yang bersifat memperbaiki, yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya. Orang yang membutuhkan Pengembalaan sepanjang hidupnya. Tetapi orang hanya membutuhkan Konseling Pastoral ketika mengalami krisis yang hebat. Dan mungkin, sudah cukup dengan Konseling dalam waktu yang lama. Ini dibutuhkan ketika pertumbuhan terhalang secara mendalam dan atau kronis. Rintangan itu disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi pada waktu lampau atau oleh krisis-krisis yang menimpa hidup orang secara beruntun pada masa dewasa. (Halaman 32-33, 2002)

Bentuk Umum Model Pembebasan dan Pertumbuhan
Dibawah ini diterangkan beberapa tema utama dalam model pembebasan pertumbuhan:
(1) Tujuan dari seluruh pengembalaan dan Konseling Pastoral (dan semua pelayanan) adalah untuk membebaskan, memperkuat dan memelihara keutuhan hidup yang berpusat pada Roh. Metode-metode Pengembalaan dan Konseling adalah dimensi-dimensi yang penting dari pelayanan yang memungkinkan adanya keutuhan itu.
(2) Keutuhan Spiritual dan etis adalah inti dari seluruh keutuhan Manusia. Pembentukan Spiritual dan tuntunan etis adalah inti keprihatinan dari semua Pengembalaan dan Konseling Pastoral yang berakar dalam warisan Yahudi Kristen.
(3) Pengembalaan dan Konseling Pastoral berusaha memanfaatkan pemahaman psikologis maupun Teologis yang berhubungan dengan situasi dan penyembuhan manusia.
(4) Pengembalaan dan Konseling harus bersifat Holistik (menyeluruh), artinya berusaha untuk memungkinkan penyembuhan dan pertumbuhan keutuhan Manusia dalam dimensinya. Model itu berorientasi pada sistem-sistem, artinya keutuhan orang dilihat dari keterlibatannya dalam segala hubungan-hubungannya yang penting dan saling ketergantungannya dengan orang-orang, kelompok-kelompok dan institusi-institusi, sebenarnya mempunyai hakikat yang sama.
(5) Tersedia kesempatan-kesempatan khusus untuk pemeliharaan keutuhan melalui Pengembalaan dan Konseling Pastoral pada tiap tahap perkembangan hidup.
(6) Pelayanan dan pengembangan dalam suatu Jemaat sebagai komunitas yang saling mempedulikan menjadi konteks dan fondasi yang memperkuat pelayanan Konseling Pastoral yang bersifat reparatif.
(7) Pengembalaan adalah pelayanan Pendeta dan anggota jemaat secara bersama. Pendeta (pelayan yang ditahbiskan) merupakan pelatih yang bertanggung jawab untuk memampukan anggota Jemaat saling melayani disamping menjalankan pelayanannya diri sendiri yang unik dan berharga.
(8) Krisis dan kemalangan dalam kehidupan individu dan keluarga, serta krisis dan perubahan sosial dalam masyarakat yang lebih luas, umumnya menjadi kesempatan yang paling sering untuk melakukan Pengembalaan dan Konseling. Karena itu, demi keefektifan pelayanan, maka metode-metode untuk mencegah krisis dalam waktu singkat amat dibutuhkan.
(9) Pengembalaan harus membebaskan diri dari orientasi yang mengutamakan kelas menengah, orang kulit putih, dan laki-laki, juga harus menjadi lebih inklusif dalam pengertian, keprihatinan dan metode-metodenya. Prespektif pengembalaan harus lebih bersifat transkultural, terbuka terhadap cara-cara pengembalaan yang baru untuk orang miskin dan lemah, golongan etnis minoritas, wanita dan orang-orang dari kebudayaan asing. Dalam Planet yang kian menyusut ini, kesadaran, suara hati dan pelayanan kita harus bersifat Global.
(10) Memampukan orang mengembangkan baik prilaku, perasaan, sikap, dan nilai yang konstruktif adalah hal yang amat penting dalam proses menolong.
(11) Pengembalaan dan Konseling sepantasnya memanfaatkan identitas profesional yang unik dan peranan pelayan (Pendeta), termasuk otoritas mereka yang positif dan harapan masyarakat terhadap mereka. Dengan demikian mereka akan mengambil inisiatif dalam usaha yang aktif untuk menolong orang yang membutuhkan Pengembalaan dan Konseling.
(12) Metode-metode penyembuhan dan pertumbukan “otak kanan” (pendekatan yang bersifat intuitif, metaforis, imaginatif) sepantasnya dipakai lebih banyak daripada waktu lampau dan diintegritaskan dengan metode-metode “otak kiri” (pendekatan analitis, rasionalis, intensional), jika Pengembalaan dan Konseling harus menjadi alat-alat yang lebih baik bagi perubahan Manusia secara total.
(13) Agar Pengembalaan dan Konseling Pastoral menjadi lebih efektif dalam pembebasan keseluruhan diri manusia itu, maka harus dipahaminya keseluruhan diri manusia itu, baik laki-laki maupun perempuan dalam cara-cara yang mendorong pertumbuhan yang jauh melampaui stereotip-stereotip peran Seks yang tradisional. Perubahan-perubahan yang mendalam pada identitas wanita dalam dua dekade terakhir (seperti yang direfleksikan dalam pemikiran-pemikiran Teolog-teolog dan Terapis-terapis feminis), membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang menarik untuk pembebasan wanita dan pria menuju kemampuan-kemampuan yang penuh, yang Tuhan berikan kepada mereka. Pengembalaan dan Konseling Pastoral harusnya menjadi alat-alat pembebasan manusia secara penuh.
(14) Konselor dan terapis Pastoral perlu memperkuat dasar dan metodologi pemikiran mereka dengan melakukan pendekatan pada sistem-sistem yang lebih baru, dan psikoterapi-psikoterapi yang berorientasi pada pertumbuhan.
(15) Pengembalaan dapat dan sepantasnya terjadi dalam semua fungsi pelayanan, termasuk dalam khotbah, kebaktian dan aksi sosial.
(16) Agar menjadi efektif sebagai pemelihara pertumbuhan maka Pendeta harus terus bertumbuh. Sebagai orang yang memberi semangat hidup pada orang lain, maka kita harus tetap hidup. Untuk memungkinkan penyembuhan, maka kita harus cukup peka menghadapi dan mengakui kebutuhan kita akan penyembuhan, secara terus-menerus. Sehingga kita menjadi “penyembuh yang terluka” (the wounded healer-Henry Nouwen). Dalam pengalaman saya, inilah tantangan, kesulitan dan bagian yang menarik dalam pelayanan.

Pembebasn merupakan motif yang mempersatukan gaya hidup orang Kristen. Injil akan dialami sebagai kabar baik apabila Injil itu membebaskan dan menguatkan orang untuk menghayati mimpi serta maksud Allah sehingga mereka memperoleh kehidupan untuk menjadi segala yang mungkin sesuai potensinya. (Halaman 33-36, 2002).

Inti Keutuhan
Keutuhan, yang harus dibebaskan dan dikuatkan oleh Gereja, berpusat pada keutuhan rohani. Artinya, inti dari semua Pengembalaan dan Konseling Pastoral adalah untuk menolong orang mengalami penyembuhan dan pertumbuhan dalam dimensi vertikal (Tillich).

Enam Dimensi Keutuhan
Pengembalaan dan Konseling Pastoral berusaha memperkuat pertumbuhan kearah keutuhan dalam enam aspek kehidupan Manusia, yang satu sama lainnya saling berkaitan:
- Menyegarkan pikiran.
- Membuat tubuh lebih bergairah.
- Memperbaharui dan memperkaya hubungan-hubungan dekat.
- Memperdalam hubungan orang dengan alam dan lingkungan hidup.
- Menumbuhkan hubungan dengan lembaga-lembaga yang penting dalam hidup.
- Memperdalam dan menggairahkan hubungan dengan Allah.
Manusia adalah sistem-sistem yang terbuka. Pertumbuhan kita terjadi dalam hubungan-hubungan keenam dimensi diatas. Pertumbuhan yang semakin besar dalam satu dimensi, akan mendukung pertumbuhan dalam dimensi-dimensi lainnya. Berkurangnya keutuhan dalam satu dimensi akan memperlambat pertumbuhan dalam dimensi-dimensi lainnya. Pengembalaan dan Konseling Pastoral yang bersifat menyeluruh (holistik) ditujukan untuk memampukan orang dalam mengembangkan dan menyeimbangkan pertumbuhan dalam keenam aspek kehidupan mereka.
Pengembalaan dan Konseling Pastoral akan efektif sejauh mana keduanya memberi bantuan kepada orang untuk memperkembangkan kemampuannya berhubungan dalam cara-cara yang memelihara keutuhan.
Konseling Pastoral bertujuan untuk membantu orang menghadapi masalah-masalah mereka yang mendesak secara konstruktif, mengambil keputusan-keputusan, memikul pertanggungjawaban-pertanggungjawaban, dan memperbaiki prilaku mereka yang menyakiti diri sendiri dan orang lain; tetapi juga sama pentingnya, yakni membantu mereka mengungkapkan perasaan-perasaan, sikap-sikap dan pemahaman-pemahaman akan diri mereka sendiri, yang merintangi pertumbuhan mereka.
Semua fungsi pelayanan mempunyai satu tujuan tunggal yang mempersatukan semuanya, yaitu memperkuat keutuhan manusia yang berpusat pada Roh. Kita para Konselor Pastoral penting melihat diri kita sendiri didalam warisan Pengembalaan yang panjang dan kaya.
Renaesance (kelahiran kembali) dalam Pengembalaan kontemporer dimulai pada pertengahan tahun dua puluhan dengan sumbangan perintis dari Richard Cabot, Anton Boisen, Philip Guiles, Russell Dicks dan lain-lain, yang memulai gerakan pendidikan klinis (Clinical Pastoral Education, di singkat CPE). Berawal dari penyakit seorang psikosis dalam kasus Boisen, dan penyakit seorang penderita TBC tulang dalam kasus Dicks maka kedua penderita ini mulai mendidik Pendeta-pendeta dan mahasiswa-mahasiswi seminari di rumah sakit dimana mereka melayani orang-orang yang berada dalam krisis dibawah pengawasan yang cermat.


William A. Clebsch R. Jaekle mengemukakan 4 Pengembalaan di sepanjang abad :
(1) Menyembuhkan (Healing)- “Suatu fungsi Pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu dengan menuju keutuhan dan membimbingnya kearah kemajuan diluar kondisinya terdahulu.”
(2) Mendukung (Sustaining)-”Menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atau kemungkinannya sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapkan.”
(3) Membimbing (Guiding)-”Membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/pilihan), pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang.”
(4) Memulihkan (Reconciling)-”Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak kembali diantara manusia dan sesama manusia dan diantara manusia dengan Allah”. Secara historis, memulihkan telah dipakai dua model : Pengampunan dan disiplin Gereja.
Saya perlu juga menambahkan fungsi kelima dari pengembalaan, fungsi yang juga bersifat mendasar dan merupakan suatu motif yang langgeng dalam sejarah gereja, yaitu: Memelihara atau mengasuh (Nurturing). Tujuan dari memelihara adalah memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, disepanjang perjalanan hidup mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak dan dataraan-datarannya. (Halaman 39-53, 2002).

Misi, Dasar Alkitab, Keunikan Pengembalaan dan Konseling Pastoral
Pengembalaan (Pendampingan Pastoral) adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan, dan Pengembalaan (pendampingan). Banyak orang terdesak/terpojok memandang Pendeta sebagai seorang yang berkompeten, Gembala yang layak untuk mendampingi mereka berjalan dalam lembah kekelaman. Jika Pendeta itu tidak mempunyai keterampilan yang memadai, maka orang-orang tersebut diatas hanya akan mendapatkan batu ketika mereka meminta roti. Jelaslah bahwa Pendeta terus berada dalam garis terdepan dalam pergumulan untuk menolong orang susah. Pendeta perlu memperoleh pendidikan yang terbaik dalam Konseling, yaitu pendidikan yang diawasi baik secara akademis maupun secara klinis. (Halaman 59-63, 2002).


Berteologi Melalui Pendampingan dan Konseling Pastoral
Hubungan antara praktek Pendampingan (Pengembalaan) dan Konseling Pastoral dengan warisan Alkitabiah kita mempunyai jalan dua arah. Pendampingan dari warisan kita menerangi, memperjelas dan membimbing praktek seni Pastoral. Dan praktek ini menghidupkan kebenaran Alkitabiah dengan membiarkan kebenaran tersebut berinkarnasi dan dialami didalam relasi manusiawi. Didalam Konseling, kebenaran Alkitabiah diperjelas oleh penerapan dan pengujiannya diarena pergumulan dan pertumbuhan manusiawi. Dalam hal inilah Pendampingan dan Koseling Pastoral merupakan cara berteologi. Didalam hubungan Konseling, seorang Pendeta bergumul bersama-sama dengan orang yang dilayaninya beserta dengan masalah Teologis yang mendasar pada suatu tingkat kepribadian yang mendalam. (Halaman 64, 2002).

Keunikan Konseling Pastoral
Pendeta perlu memahami keunikannya sebagai Konselor sama seperti ahli Konseling dan terapi lainnya, sehingga ia dapat meningkatkan sumbangannya yang khusus dalam menolong orang yang menderita kesusahan. Inti dari keunikan Pendeta ialah warisan, orientasi, sumberdaya, dan kesadaran Teologis-Pastoralnya. Inilah kerangka dan bidang keahlian khusus seorang Pendeta. Setiap hal yang dilakukan oleh Pendeta, sepantasnyalah dipengaruhi secara mendalam oleh kesadaran bahwa Roh Allah yang transpersonal (lintas-pribadi) adalah inti dari segala realitas. (Halaman 85-86, 2002).

Memperlancar keutuhan Rohani: Inti dari Pengembalaan dan Konseling Pastoral
Pendeta terpanggil menjadi orang yang memungkinkan terwujudnya keutuhan rohani disepanjang siklus kehidupan. Pendidikan Teologi yang diperolehnya menolong memperlengkapinya dengan sumber dan kecakapan yang perlu untuk digunakan sebagai Guru, Pembimbing dan pelatih kehidupan rohani alam semua aspek pelayanannya. Memampukan penyembuhan dan pertumbuhan rohani adalah tugas inti dalam semua pengembalaan dan Konseling Pastoral. Menyelidiki sifat dan metodologi dari peningkatan keutuhan rohani. (Halaman 133-134, 2002)

Konselor Pastoral Sebagai Pembimbing dan Pimpinan Rohani
Banyak tradisi dan kebudayaan yang menganggap bahwa peranan Pembimbing pribadi dalam kehidupan batin adalah peran yang penting sekali. Didalam Kekristenan, tradisi bimbingan rohani (spiritual direction) telah berkembang maju mengikuti abad ke empat (didalam tradisi Bapak-bapak Gereja dari daerah gurun pasir dan juga di gereja Ortodox Timur). Tradisi ini terus kuat dalam Gereja Roma Katholik pada abad pertengahan dan kemudian dalam persekutuan Anglikan. Walaupun tradisi Protestan secara relatif tidak memakai istilah “bimbingan rohani” hingga pada waktu terakhir ini, namun Luther telah mempraktekkan suatu pelayananan bimbingan pribadi, Calvin telah menunjukkan keprihatinannya terhadap bimbingan suatu hati dan Richard Baxter didalam buku klasiknya The Reformed Pastor (1656), menunjukkan bahwa Pendeta sepantasnya tidak boleh “agak lengah” pada tugas nasehat pribadi, tetapi sepantasnyalah “melakukan dengan penuh semangat”. Pada zaman Wesley, pertemuan para pengikut merupakan tempat bimbingan rohani dan pendidikan yang intensif dalam kehidupan orang Kristen. Jelaslah bahwa tradisi Kristen telah menganggap bimbingan rohani sebagai suatu dimensi sentral dari pengembalaan.
Arah bimbingan rohani ini mempunyai implikasi penting bagi Pengembalaan dan Konseling. Agar sungguh-sungguh menjadi Pastoral, maka Konseling Pastoral mencakup perspektif dan keprihatinan dari bimbingan rohani. (Halaman 146-147, 2002)

Memeriksa dan Mengobati Masalah Rohani
Mengemungkinkan keutuhan rohani dalam Konseling Pastoral mencakup Pengembalaan dan pengertian masalah rohani seseorang secara khusus, kemudian menggunakan metode yang cocok untuk mendatangkan kesembuhan kepada kerusakan itu. Tujuan Pendeta adalah memimpin orang seperti itu menuju suatu kesadaran akan akar rohani dan akar nilai yang mendasar dari dilemanya dalam hidup ini.

Menggunakan Sumber Religius dalam Pengembalaan dan Konseling Pastoral
Karena pertumbuhan rohani ini adalah tujuan akhir dari Pengembalaan dan Konseling Pastoral, maka Pendeta sepantasnya menggunakan istilah Teologis, gambaran, konsep, cerita dan sumber doa, kitab suci, dan sakramen dengan teliti dan hati-hati. Apabila sumber religius digunakan secara tepat, mereka dapat menjadi instrumen yang amat kuat untuk memelihara pertumbuhan rohani, dan menjadi sumber yang unik untuk Pengembalaan dan Konseling.
Menggunakan Alkitab dengan Cara yang Penuh Pertumbuhan.
Ada macam-macam cara untuk menggunakan Alkitab didalam Pengembalaan dan Konseling Pastoral.

Penggunaan Doa dan Meditasi
Doa dan Meditasi adalah disiplin perlengkapan ibadah yang dapat saling memperkaya. Keduanya adalah cara yang langsung untuk membuka diri seseorang kepada kuasa Kasih Allah yang kreatif. Disiplin ini mempunyai tiga penggunaan dalam Pengembalaan dan Konseling Pastoral: sebagai sumber penting untuk persiapan rohani pendeta sendiri untuk meperlengkapi pertumbuhan rohani dalam Konseling, sebagai sarana yang dapat dipakai oleh Konselor atas nama klien, dan sebagai kecakapan yang dapat diajarkan kepada Konseli untuk dipakai dalam penyembuhan diri sendiri.
Sumber Rohani Pendeta
Bila Pendeta memberi Konseling dalam bidang krisis dan kebingungan rohani, maka Teologinya yang hidup (operatif), yaitu cara dia mengatasi kecemasan eksistensialnya, mempengaruhi keefektifannya lebih banyak dari teologi “otak” nya. Keyakinannya yang mendasarlah yang menanggulangi “ego chill” (istilah ini berasal dari Erik Erikson untuk memaksudkan kecemasan eksistensial). Imannya yang nyata (real) memberi keberanian untuk memandang kearah jurang kecemasan eksistensial mereka yang mendalam. Kedua hal ini akan dapat diuji berulang-ulang dalam pelayannanya. Misalnya ketika Pendeta menolong seorang wanita yang mendekati kematian karena kanker atau seorang pecandu alkohol yang sudah berada ditepi jurang kehampaan hidup dan tindakan bunuh diri. Perasaan si Pendeta yang nyata tentang kehidupan dan kematiannya sendiri, dan juga tentang kehidupan dan kematian orang yang sangat dikasihinya, akan mempengaruhi Konseling si Pendeta, khususnya Konseling yang berpusat pada soal eksistensial.
Terapi-terapi pada zaman ini
Dua aliran dalam psikoterapi kontemporer menyediakan sumber yang sangat kaya untuk pekerjaan konselor Pastoral yang berhubungan dengan masalah rohani. Satu adalah perspektif eksistensialis seperti yang direfleksikan dalam pendekatan terapeutik dari Rollo May, James F.T. Bugental, dan Viktor Frankl. Tekanan dari para ahli terapi dalam aliran ini tentang nilai, kreativitas, kebebasan (pilihan dan pertanggungjawaban), keaslian (otentisitas), keberadaan, dan makna hidup, semuanya adalah konsisten dengan sebahagian besar pandangan Yahudi-Kristen tentang Manusia. Pengertian mereka yang tidak bersifat reduktionistis tentang manusia, yang bertentangan dengan pandangan behaviorisme dan psikoanalisis, meninggikan kemanusiaan yang unik dalam diri kita sebagai manusia. Bugental berkata: “barangkali saya dapat meringkaskan paling baik apa arti psikologi eksistensial bagi saya dengan menggunakan ungkapan ini: 'Ia memulihkan keilahian kita'.” Perspektif eksistensial dalam psikoterapi menolak kecenderungan yang mengubah manusia menjadi mekanisme, bahka mekanisme yang paling kompleks, seperti komputer. Dalam bahasa Alkitab, metode ini meneguhkan Imago Dei sebagai hakikat dari kemanusiaan dan berusaha memampukan perkembangan yang semaksimal mungkin atas potensi yang menyerupai Allah.
Aliran kedua ialah psikosintesis (psychosynthesis), yaitu suatu terapi yang dikembangkan oleh ahli psikiatri Italia, Roberto Assagiolo. Metode ini adalah suatu sumber pemahaman dan metode yang kaya untuk Konselor Pastoral. Psikosintesis berpusat pada pertumbuhan dan berorientasi rohani. Kebanyakan dari metode ini bermanfaat dalam memperlengkapi pertumbuhan rohani. (Halaman 156-172, 2002)

Konseling Atas Masalah Etis, Nilai dan Arti
Untuk menjadi sehat, orang membutuhkan nilai dan arti yang baik. Pertumbuhan menuju keutuhan yang berpusat pada Roh Kudus harus mencakup pertumbuhan dalam nilai yang membimbing kehidupan dan komitmen etis. Wabah kebingungan moral dan kekacauan nilai dalam masyarakat kita mempunyai persemaian yang didalamnya dikembangbiakkan banyak masalah psikologis, psikosomatis, antar pribadi, dan rohani yang menyebabkan orang datang ke Konseling dan terapi/pengobatan.
Banyak Konselor Pastoral tidak memperhatikan rasa bersalah dengan keseriusan, walaupun akibatnya destruktif. Setelah kita dengan tepat menolak moralisme yang legalistis sebagai sesuatu yang destruktif daan tidak Kristiani, kita gagal untuk menemukan metode yang efektif untuk mengatasi rasa bersalah dan membantu orang mengembangkan suara hati yang konstruktif. Adalah suatu keharusan bagi kita untuk melakukan demikian. Seorang psikiater yang bernama Edmud Bergler mengamati, “perasaan bersalah mengikuti setiap orang seperti bayangannya sendiri, entah dia mengetahui atau tidak.” tentu saja rasa bersalah adalah faktor yang penting sekali dalam masalah yang dihadapi banyak orang yang datang meminta bantuan Pastoral.(Halaman 177 dan 180, 2002)

Pemeliharaan dan Konseling Yang Bersifat Mendukung
Teori dan praktek psikoterapi membuat suatu perbedaan diantara metode-metode penyembuhan (therapy) yang bersikap menyingkapkan atau membongkar akar-akar tersembunyi dari penyakit (mental), metode-metode yang berorientasi pada pemahaman diri (insight) dari orang yang hendak ditolong pada satu pihak, dan pada pihak lain, metode-metode yang bersifat mendukung. Perbedaan ini punya makna yang besar bagi keefektifan Pendeta dalam melakukan Konseling. Memahami maksud perbedaan itu dapat menimbulkan penghargaan yang baru akan potensi-potensi dari pengembalaandan Konseling Pastoral dan mendorong para Pendeta dan angota-anggota jemaat. Sumber-sumber untuk menolong banyak orang yang tidak perlu atau yang tidak mampu memberi jawaban kepada pendekatan yang bersifat menyingkapkan atau membongkar.
Dalam pemeliharaan Konseling yang bersifat mendukung, Pendeta mempergunakan metode-metode yang memberi kestabilan, menyokong, mengayomi, memotivasi, atau membimbing orang-orang yang mengalami kemelut, memampukan mereka untuk mengatasi persoalan-persoalan dan gangguan-gangguan dalam hubungan mereka dengan cara yang lebih konstruktif, didalam batas-batas yang ditentukan oleh sumber-sumber dan keadaan-keadaan kepribadian mereka. (Halaman 219-220, 2002).

Pengembalaan dan Konseling Krisis
Pendeta telah berabad-abad memberikan Pengembalaan, dukungan, dan bimbingan dalam krisis dan kehilangan pribadi. Dalam zaman kita ini, para Pendeta memperoleh kesempatan (yang belum pernah terjadis sebelumnya) untuk memberi Pengembalaan dan Konseling bagi orang yang berjuang dalam pasang-surutnya krisis yang mengacau-balaukan kehidupan. Pendeta adalah Konselor krisis yang bersifat wajar karena keuntungan yang inheren (melekat) dari posisi dan perannya, yaitu: jaringan hubungannya dengan umatnya; haknya memasuki banyak sistem Keluarga; keyakinan banyak orang kepada Pendeta; kemudahannya berhubungan dengan orang; dan kehadirannya dalam banyak krisis perkembangan psikologis dak krisis yang terjadi secara kebetulan (yang tidak diharapkan dalam kehidupan umatnya), misalnya penyakit, kematian, dan kehilangan orang yang dikasihi. Dalam pandangan banyak orang yang sedang mengalami krisis kehilangan, gambaran dan identitas pendeta mengandung suatu arti yang bersifat mendukkung dan memelihara. Dalam keuntungan yang wajar inilah Pendeta mengajarkan penanggulangan krisis, termasuk melaksanakan upacara Gerejawi yang dengannya warisan relegius kita melingkungi krisis-krisis manusia yang utama, yang mencakup kelahiran dan pertumbuhan, hidup dan mati.

Pengembalaan Krisis dan Konseling Krisis
Pertolongan Pendeta bagi orang-orang yang berada dalam krisis dan kehilangan mempunyai empat aspek, yaitu: pelayanan pengembalaan umum; Konseling krisis informal; Konseling krisis formal jangka pendek (satu hingga lima seasson); dan Konseling serta terapi jangka panjang untuk membantu orang untuk memperbaiki sebab dan akibatpsikologis dari krisis yang hebat. Adalah penting membedakan pengembalaan krisis dan Konseling krisis, walaupun keduanya memang sering tumpangtindih dalam praktek. Orang yang berada dalam krisis sering bergerak bolak-balik diantara kebutuhan akan pengembalaan yang bersifat mendukung dan kebutuhan akan keterampilan Konseling krisis ketika mereka membuat keputusan yang sulit.tiap orang membutuhkan perhatian dan perawatan yang bertambah besar ketika mereka mengalami kesulitan yang hebat. Hanya sejumlah kecil orang yang membutuhkan konseling formal, dan lebih kecil lagi orang yang membutuhkan terapi yang bersifat memperbaiki (reparatif). Pelayanan pengembalaan umum adalah pelayanan yang mencakup kehadiran, pendengaran, kehangatan, dan dukungan praktis. Para Gembala (Pendamping) yang sudah terlatih dari warga jemaat dapat dan sepantasnya turut membagi tanggungjawab bersama dengan Pendeta untuk pelayanan yang penting dan mendesak ini. (Halaman 237-239, 2002).

Pengembalaan dan Konseling yang Berhubungan dengan Kehilangan
Pendeta sajalah, sebagai orang yang Profesional yang mendapatkan pendidikan dalam bidang Konseling, yang mempunyai kebebasan otomatis untuk memasuki dunia kehidupan banyak orang yang mengalami kedukaan. Bagi Pendeta hal ini memberikan banyak kesempatan dan pertanggungjawaban yang tidak ada tandingannya, menjadi Pembimbing dan sahabat yang efektif bagi orang yang mengalami kehilangan, ketika mereka berjalan melalui lembah kesusahan (karena kehilangan orang yang dikasihinya) yang kelam. Jelaslah hal itu mengharuskan Pendeta untuk memperkembangkan kemampuannya dalam Pengembalaan dan Konseling kehilangan dalam tingkat yang tinggi.
Kedukaan (grief) terkandung dalam segala perubahan, kehilangan dan transisi kehidupan yang penting, tidak hanya dalam kematian dari orang yang kita cintai. Setiap peristiwa kehidupan seperti terdapat dalam skala stres Holmes-Rahe mengandung suatu kehilangan dan karena itu mengandung kedukaan juga. Ada bukti bahwa banyak penyakit psikofisiologis (psikosomatik) berhubungan dengan kedukaan yang tidak disembuhkan. Hal yang serupa berlaku juga bagi banyak penyakit alkholoisme dengan penyakit kecanduan lainnya (termasuk kecanduan makanan). (Halaman 284, 2002).

Penyuluhan Perkawinan dan Konseling Krisis Perkawinan
Penyuluhan (enrichment) perkawinan dan Keluarga serta Konseling krisis perkawinan adalah salah satu keterampilan menolong yang terpenting dari Pendeta. Dalam semua jenis pendampingan dan konseling diperlukan suatu taraf keahlian yang layak. Tetapi dalam bidang kehidupan Keluarga, seperti didalam krisis dan kedukaan, Pendeta memperoleh banyak kesempatan yang sangat penting sekali karena itu dibutuhkan suatu kemampuan yang tinggi.
Penyuluhan dan pendidikan perkawinan dapat meningkatkan kepenuhan keutuhan dari banyak perkawinan yang agak baik (memadai). Konseling krisis perkawinan dapat membantu sebagian pasangan suami-istri menghadapi masalah mereka dan menyelesaikannya dengan cara-cara yang penuh pertumbuhan. Terapi perkawinan sangat penting bagi perkawinan yang menderita gangguan yang mendalam.
Kehidupan Keluarga memberikan kesempatan mengalami kemesraan bagi banyak orang yang berada dalam satu budaya kesepian karena induvidu teramat penting. Dan perlu diketahui bahwa Injil menjadi hidup dalam hubungan keluarga sehari-hari. Suatu perkawinan yang bertumbuh dengan sehat adalah salah satu hubungan yang paling mesra dari segala hubungan. Hal ini membuatnya menjadi salah satu hubungan manusia yang paling berguna dan berat. Secara singkat, perkawinan dan Keluarga adalah tempat dimana orang dapat “menghayati agamanya” (Regina Westcott). (Halaman 322, 2002)

Penyuluhan dan Konseling Keluarga
Keluarga, menurut penulis, ialah sistem sosial dari hubungan utama. Individu memperoleh sumber utama pemeliharaan kejiwaan dan kerohanian Keluarga. Dalam masyarakat modern dan dalam Gereja terdapat beberapa jenis Keluarga. Pertama ialah Keluarga tradisional. Keluarga tradisional yang terdidri dari dua orang tua, pasangan suami-istri tanpa anak-anak (karena mereka tidak bermaksud mempunyai anak atau tidak mungkin memperoleh anak), Keluarga yang terdiri dari tiga angkatan (Kakek/nenek, Suami-istri dan Anak-anak). Kedua ialah beraneka macam hubungan yang dijalin dengan sengaja. Hubungan semacam inilah yang menjadi Keluarga banyak orang dewasa yang tidak menikah. Ketiga, sistem dukungan pemeliharaan yang terdiri dari teman-teman. Inilah yang merupakan keluarga bagi kebanyakan orang yang hidup membujang. Bab ini berpusat pada pengertian dan pertolongan kepada keluarga yang mencakub anak-anak. Tetapi, pemahaman dan metodenya banyak yang dapat digunakan untuk semua jenis Keluarga.

Keluarga Sebagai Sistem Sosial
Keluarga adalah suatu organisme atau sistem sosial. Pelopor terapi Keluarga, Naehan Ackerman menyarankan bahwa istilah “organisme” mengandung arti inti biologis, kwalitas proses hidup, kesatuan fungsional dan jalan hidup alamiah Keluarga (terdiri dari priode pengecambahan, kelahiran, pertumbuhan-perkembangan, kemampuan menyesuaikan diri kepada perubahan dan krisis, kemerosotan secara perlahan-lahan, dan pada akhirnya, terputusnya keluarga lama menjadi keluarga baru). Apapun yang mempengaruhi salah satu bagian dari organisme keluarga, secara otomatis akan mempengaruhi semua bagian lainnya. Sama halnya dengan satu tangan yang terluka dan infeksi, atau tangan yang sehat, akan mempengaruhi seluruh tubuh sakit atau sehat.
Dalam semua konseling, sebenarnya konselor berhadapan dengan jaringan orang-orang yang saling berkaitan, lepas dari sosial apakah dia menyadari fakta ini atau tidak. Dalam Konseling individual (untuk perseorangan) jalan masuk secara langsung yang diperoleh seorang konselor hanyalah menuju sebagian jaringan total antarpribadi sang individu. Keterbatasan ini kira-kira sama dengan soal yang dihadapi oleh dokter medis, jika sidokter berusaha membantu sipasien dengan hanya memeriksa dan mengobati lengan pasien. Kendatipun terdapat kekurangan dalam anologi (persamaan) ini (jelas bahwa orang lebih otonom dan mampu unutk membentuk hubungan baru yang tidak mungkin dilakukan sebuah lengan), peramaan ini menyampaikan kebenaran yang mendasar bahwa orang bersda dalam saling ketergantungan yang asisi. Penyuluhan dan konseling bagi pasangan suami-istri adalah metode yang secara langsung campur tangan dalam sistem keluarga seluruhnya dan memberikan bantuan yang lebih manjur kepada semua orang yang terlibat. Penyuluhan dan konseling keluarga ditujukan untuk menolong seluruh sistem keluarga untuk memperbaiki jaringan saling ketergantungan, sehingga semua orang dalam keluarga itu akan menjadi lebih bebas bergerak menuju keutuhan hidupnya. (Halaman 371-375, 2002).


Konseling Krisis Keluarga
Banyak krisis Keluarga yang menyebabkan Keluarga mengusahakan bantuan Pendeta. Krisis itu mencakub hubungan orang tua-anak, orang tua-anak remaja, anak-orang tua-kakek, suami/istri-mertua dan hubungan saudara kandung. Sasaran dan metode konseling krisis dan Konseling untuk pasangan suami-istri (seperti dilukiskan diatas), secara langsung dapat diterapkan pada Konseling krisis keluarga. Tetapi sumber daya dari pendekatan itu perlu dipadukan dengan perspektif sistem keluarga dan ditambahkan dengan metode terapim keluarga secara bersama. (Halaman 393, 2002)
Metode pendampingan dan Konseling kelompok merupakan sumber daya satu-satunya yang paling bermanfaat untuk memperluas dan memperdalam pelayanan penyembuhan dan pertumbuhan Gereja! Pendekatan kelompok yang menerapkan pemahaman yang luas tentang krisis dan masalah kehidupan, dapat membuat Gereja semakin bertambah kuat untuk mencegah masalah kepribadian, yakni yang merangsang pertumbuhan kearah keutuhan. Perkembangan yang menarik dalam penggunaan kelompok kecil ini kini sedang terjadi dalam sebagian jemaat. Tetapi kebanyakan Gereja hanya menyentuh bagian permukaan saja dari kemungkinan yang kaya dari kelompok kecil. (Halaman 459-460, 2002)

Peranan Penting Kelompok dalam Pendampingan dan Konseling
Dalam kehidupan Gereja, kelompok kecil adalah metodologi yang wajar dan telah teruji ketahanannya. Para pakar sejarah Gereja telah mencatat bahwa penggunaan kelompok kecil telah menjadi faktor yang dinamis dalam setiap gelombang kekuatan rohani dalam Gereja. Kekristenan bertumbuh melalui perombakan “jaringan kelompok baru dan kuat.” dalam disertasi Doktornya, Group Therapy as A Method for Chuch Work”, Robert Leslie memperkenalkan kelompok-kelompok penting di bawah ini, yang memainkan peranannya yang penting dalam sejarah Gereja. (Halaman 460)'

Penataran Warga Gereja Untuk Pelayanan Pendampingan
Dalam beberapa dekade belakangan ini, secara dramatis telah tejadi suatu penemuan kembali dari suatu fakta yang menarik perhatian, yaitu bahwa semua orang Kristen itu dipanggil untuk melayani karena mereka menjadi orang Kristen, entah mereka ditahbiskan sebagai pejabat Gereja atau tidak. Kesadaran baru ini memberikan suatu citra diri yang baru bagi para warga Gereja. Mereka tidak lagi sebagai warga Kristen kelas dua yang mempercayakan pekerjaan rohani hanya kepeda Pendeta. Mereka dipanggil untuk melaksanakan pelayanan yang vital dan unik kepada dunia diluar Gereja mereka, seperti kepada para tetangga, perkumpulan bisnis, serikat pekerja, teman, musuh dan khususnya kepada orang malang yang terbuang dan tertindas dimasyarakat. Vitalis (daya semangat) pelayanan warga Gereja telah mencapai suatu tingkat yang belum pernah terjadi sejak dekade permulaan gerakan Kristen. Kesempatan gerakan ini hampir tidak terbatas. Gerakan ini bagaikan angin yang berhembus melalui Gereja. Ia membangunkan suatu kelompok warga Gereja yang semakin bertambah, yang terdiri dari pria, wanita, maupun pemuda, sehingga mreka menjadi akan sadar pelayanan mereka bagi orang banyak.
Kebangunan kembali warga Gereja ini berdasar pada penemuan kembali pengertian Perjanjian Baru tentang Gereja, yaitu sebagai Umat Allah, tubuh Kristus dan Persekutuan Roh Kudus. Dalam Gereja setiap anggota, pria atau wanita, mempunyai pelayanan sendiri. Kata laity (warga Gereja) dalam bahasa Inggris berasal dari kata Yunani laos dalam Perjanjian Baru dan menunjuk kepada semua orang Kristen. “Pelayanan pendamaian” (yang dilukiskan dalam 2 Kor 5:17) dipercayakan kepada keseluruhan Gereja, tidak hanya kepada suatu bagian pelayanan ahli.

Berbagai Implikasinya untuk Pendampingan dan Konseling Pastoral
Implikasi dari kebangunan kembali warga Gereja untuk Pendampingan dan Konseling Pastoral sangat penting dan menantang. Pendampingan Pastoral (Pengembalaan) bila dimengerti secara benar merupakan fungsi keseluruhan jemaat. Suatu jemaat sepantasnya berusaha keras untuk menjadi suatu organisme yang menyembuhkan, yang menyelamatkan dan mendorong pertumbuhan. Tujuan dari berbagai program Pendampingan Pastoral jemaat hendaklah untuk mengembangkan suatu iklim yang dinamis yang mengandung keprihatinan (concern) yang diterangi oleh cinta kasih yang bersifat timbal balik, dan secara lambat laun meresapi seluruh jemaat. Majelis/badan pengurus jemaat dan kegiatan kelompok kecil hendaknya diorientasikan untuk tujuan ini. Apabila Koinonia sudah terwujud dalam suatu jemaat, maka pelayanan timbal balik ini terjadi secara spontan ketika para anggota secara perseorangan berusaha memberikan diri mereka sendiri, sesuatu dengan apa yang dikatakan Luther, ”sebagai Kristus bagi sesamaku.” setiap anggota memilih kesempatan yang untuk untuk Pendampingan Pastoral. Tetapi gereja kita dapat memenuhi misalnya sebagai pusat penataran dan pemberian wewenag untuk penyembuhan dan pembebasan, keutuhan dan keadilan, asalkan jumlah warga Gereja yang mau menerima tantangan ini semakin meningkat.
Pelayanan pendampingan bagi warga Gereja pada dasarnya merupakan suatu pelayanan untuk orang yang membutuhkan pertolongan didalam Jemaat dan dalam Masyarakat. Tantangan dari perumpamaan Yesus tentang orang yang dirampok ditepi jalan di Yeriko ditujukan kepada semua pengikut-Nya. Norma dan gambaran-Nya tentang penghakiman terakhir semuanya berkaitan dengan pelayanan kasih, ”sebab ketika Aku lapar, kamu datang memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku dipenjara, kamu mengunjungi Aku”(Mat 25:35-36).
Ketika ”kegembalaan dan semua orang percaya” menjadi suatu kenyataan didalam suatu jemaat, maka warga gereja akan melepaskan diri dari “kepenontonan”-nya dan mulai memenuhi pelayanan pribadinya. Pertumbuhan pribadinya dirangsang ketika dia menerjemahkan Imannya dalam karya nyata dibidang pelayanan. Kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi disetiap jemaat dan masyarakat sangat banyak dan beraneka macam. (Halaman 521-524, 2002).

Pengertian tentang Konsep Dasar Pendampingan dan Konseling
Pengetahuan klinis dan pertumbuhan pribadi telah didiskusikan pertama-tama untuk menekan makna yang mendasar dari kedua hal itu dalam rangka latihan dan pembaharuan Konselor. Semakin baik kemampuannya bergaul, semakin bermanfaatlah alat konsepsional. Tanpa kemampuan itu, maka penguasaan konsep dapat membuatnya menjadi seorang teknisi yang pintar, tetapi bukan menjadi seseorang yang memampukan pertumbuhan. Semakin besar pertumbuhan Pendeta sebagai orang yang utuh, semakin bernilai pemahaman konsepsionalnya tentang psikodinamika dan Konseling dalam pelayanan kepada orang bermasalah. Melalui pembacaan dan studi yang berdisiplin, termasuk kursus penataran/penyuluhan maka seorang Pendeta atau Mahasiswa Teologi akan menempatkan pengertian pelbagai konsep dasar, seperti dibawah ini:
(1) Pertumbuhan dan kepribadian yang normal (mencakup psikologi anak, remaja dan dewasa).
(2) Dinamika perkawinan dan keluarga, penyuburan dan Konseling, termasuk perubahan identitas, hubungan dengan pria dan wanita.
(3) Dinamika kelompok.
(4) Psikopotologi (abnormal psychology).
(5) Metode Konseling individual.
(6) Kelompok pertumbuhan dan metode Konseling kelompok.
(7) Sumber daya rujukan lembaga masyarakat.
(8) Kepribadian dan kebudayaan (unsur sosio-ekonomi-politik) sebagai kekuatan yang mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan kepribadian dalam kebudayaannya sendiri dan dalam kebudayaan orang lain.
(9) Sejarah dan teori Pendampingan Pastoral.
(10) Teologi dan Konseling (mencakup teologi Konseling, dan peranan dinamis Agama dalam keutuhan dan kehancuran manusa).
Daftar ini mungkin dapat merangsang tanggapan seperti diungkapkan oleh Chauser, ”benda yang diukir sangat kecil tetapi seni mengukirnya sangat lama dipelajari.” tetapi inilah pokok yang mendasar yang pantas dikuasai Pendeta selama dia berada dalam pendidikan sekolah tinggi teologi atau pendidikan lanjutan, jika dia sepantasnya diperlengkapi untuk karya pertumbuhan bagi orang dalam segala dimensi pelayanannya.
Selama dekade terakhir ini, banyak hal yang telah terjadi diseminari dan dalam pendidikan lanjutan yang menyebabkan sumber daya yang kuat ini menjadi lebih tersedia bagi para Mahasiswa dan Pendeta. Namun masih banyak hal yang harus dikerjakan, khususnya dalam membimbing pengawasan. Dengan demikian para mahasiswa dapat memperoleh apa yang mereka butuhkan, yakni pengertian psikologis dan Konseling yang mendasar, sebelum mereka lulus dan memasuki jemaat. Para mahasiswa Teologi seharusnya didorong untuk mengambil paling sedikit seperempat bagian program CPE selama studi mereka diseminari. Ini lebih baik diambil sesudah tahun pertama. Para Pendeta yang sadar akan perlunya keterampilan Konseling yang lebih banyak perlunya mendekati seminari terdekat, pengawasan CPE atau buat Konseling Pastoral untuk memperoleh kursus penataran yang mereka butuhkan.
Para pemimpin denominasi Gereja mempunyai peranan penting dalam membantu peningkatan pelayanan antar pribadi (termasuk pendampingan dan Konseling Pastoral) Pendeta mereka. Para Pendeta semakin merasakan bahwa perencanaan karir dan pendidikan lanjuttan mereka harus mencakup pengalaman pertumbuhan pribadi dan Profesional. Hal itu memampukan mereka untuk mempelajari konsep dan metode baru yang terus menerus muncul dalam bidang Konseling. Semua denominasi sebaiknya menyediakan kursus Metode Studi Kasus Pastoral. Proses belajar itu hendaknya berfokus pada pendekatan baru dalam seni Pastoral. Lagipula, para Pimpinan Sinode atau badan pengurus Gereja seyogianya menyediakan regu ahli terapi pribadi dan Konseling Keluarga bagi Pendeta dan keluarganya jika diperlukan. Regu spesialis Konseling Pastoral seperti itu mengetahui frustasi, masalah dan ganjaran pelayanan seperti orang dalam (perasaan Pendeta dan keluarga mereka). Jadi, mereka mendapatkan keuntungan khas melebihi ahli terapi sekuler dalam menolong Pendeta dan suami/istrinya dalam menghadapi masalah umum yang berkaitan dengan identitas, peranan dan konflik Pendeta dan keluarganya.
Tentu Konseling hanya satu aspek saja dari pekerjaan Pendeta. Akan tetapi jika Pendeta merasa keterampilan ini penting artinya yntuk kehidupan orang yang berbeban berat, maka motivasinya intuk bertumbuh dibidang ini menjadi kuat. Banyak Pendeta sadar bahwa mereka menyerupai seorang tukang kayu yang terlalu sibuk menajamkan alat pertukangannya, jika mereka terlalu sibuk berpartisipasi dalam pengalaman terapi pribadi, pengawasan, kursus penyegaran, lokakarya Konseling. Untunglah bahwa pengalaman pertumbuhan profesi ini membantu orang meningkatkan komunikasi dan keterampilan pergaulannya secara umum. Pengalaman ini cenderung memperkuat dan memperdalam semua dimensi pelayanannya.
Dalam rangka mengikuti pemikiran dan penelitian baru dibidang psikologi Pastoral dan Konseling, maka para pendeta dianjurkan membaca salah atu majalah dalam bidang ini misalnya, The Journal of Pastoral Care dan Pastoral Pschology. Keduanya terbitan di AS.
Pendeta yang menekankan Konseling dalam pelayanannya, sepantasnya bergabung dengan Associaton for Practical Theology in Indonesia (APTI), Tramol Pos I, (Yogyakarta 55002). tujuan utama dari APTI ialah membantu untuk meningkatkan tingkat umum pendidikan dan praktek Konseling Pastoral. 1). Fokus perhatian Pendeta atas kebutuhan yang genting dari individu yang memerlukan Konseling, perlu Keseimbangan oleh Pelayanan Pendampingan Pastoral yang Luas. 2). Siapapun dapat membantu orang bermasalah tanpa harus menjadi seorang Konseling Terapi. 3) Biar bagaimana ketrampilan seorang Konselor, kadang-kadang dia gagal juga menolong Sebagian orang. Karena itu baiklah kita ingat keterbatasan kita sebagai Konselor dan keterbatasan kita dalam menolong lainnya. 4) Meningkatkan keterampilan Pendampingan Konseling merupakan suatu tantangan yang terus menerus seumur Hidup. Tidak ada seorangpun yang sempurna. Inti dari seni Konseling dapat di pelajari hanya dengan pengalaman.5). Setelah mengkaji beraneka ragam macam teori dan model Konseling, maka penting ditekankan kembali inti Persoalannya. 6). Pada akhirnya, Syukurlah segala penyembuhan dan Kesembuhan, pertumbuhan adalah pemberian Roh Kehidupan yang kreatif yang kita sebut Allah. Roh Kudus yang hidup memanggil kita agar turut berpartisipasi dengan penuh kegembiraan dalam menciptakan bersama suatu masa depan itu potensi ajaib Gereja yang belum maju dalam bidang penyembuhan dan Keutuhan dapat diwujudkan. (Halaman 564-567, Howard Clinebell, 2002)

BUKU
Tipe-Tipe dasar Pendampingan Konseling Pastoral, Howard Clinebell, Kanisus, Jogyakarta, 2002









Tidak ada komentar: