Selasa, 14 Oktober 2008

Larangan Melakukan Perjamuan Kudus di Penjara Bangkinang Kabupaten Kampar Riau oleh Moderamen GBKP apakah hal itu Sesuai dengan Teologia Calvinis ??

(Penulis Pdt Masada Sinukaban KESAKTIAN PEDULI GENERASI INDONESIA)

Uksw Salatiga Jawa Tengah Pastoral dan Masyarakat.

Gambaran Umum Jemaat Gereja GBKP Rokan-Kampar Klasis Riau Sumbar tahun 2003-2007.

Gereja GBKP Rokan-Kampar terdiri dari 10 Perpulungen yaitu Dalu-dalu, Tapung, Terantam, Sukaramai, Sei Garo Flamboyan, Sungai Intan, Pabaso, Ujung Batu, Maranatha Kabun dan Kijang Rejo Simalem. Letak Gereja GBKP Rokan-Kampar ini tersebar di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar di Provinsi Riau. Jarak antara Perpulungen dengan Perpulungen lainnya bervariasi antara 10 Kilometer sampai 120 Kilometer. Jarak yang terjauh adalah Perpulungen Dalu-dalu ke Kijang Rejo Simalem ada 160 Kilo Meter. Sedangkan jarak keseluruhan Perpulungen satu dengan yang lainnya di Gereja GBKP Rokan Kampar lebih kurang 200an Kilometer.

Di Gereja GBKP Rokan Kampar inilah Saya melayani setiap hari. Saya melakukan Pelayanan-pelayanan dan bimbingan-bimbingan Rohani kepada seluruh Anggota Jemaat GBKP Rokan-Kampar. Seperti melakukan Kebaktian Minggu, Sakramen-sakramen, Kebaktian Rumah Tangga, PA (Penelaahan Alkitab) Moria, PA Mamre dan PA Permata. Maupun melayani seluruh anggota jemaat bila ada yang sedang sakit secara phisik dan sakit secara rohani, jemaat yang sedang berdukacita dan yang sedang bersukacita.

Jumlah Anggota Jemaat GBKP Rokan-Kampar (Sebelum Di Mekarkan jadi 2 Runggun yaitu Runggun Kampar dan Rokan Hulu) secara Keseluruhan ada 250an Kepala Keluarga atau lebih kurang 700 jiwa. Mereka adalah Orang-orang Karo yang merantau/datang dari daerah Medan, Kabanjahe, Tanah Karo, Deliserdang, Langkat, Dairi, Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Lebih kurang 20-25 tahun yang lalu mereka merantau ke daerah Riau ini.

Karena di Sumatera Utara mencari pekerjaan sudah semakin sulit. Apalagi harga Lahan/Tanah di Sumatera Utara sudah semakin mahal, hal inilah faktor-faktor pendorong mereka merantau ke daerah Provinsi Riau khususnya ke Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar ini. Mencari pekerjaan maupun mencari lahan/tanah untuk di tanami Sawit dan Karet. Karena pada umumnya pekerjaan mereka di Riau ini adalah Petani atau menjadi Karyawan-Ti Perkebunan Sawit dan Karet. Sebahagian besar mereka adalah Karyawan-karyawati Perusahaan BUMN di PTPN V. Namun ada juga yang bekerja di PT-PT Swasta Nasional dan Asing. Selebihnya pekerjaan mereka adalah Petani, Pedagang, Pegawai Negeri dan Guru di Sekolah-sekolah Negeri SD, SMP maupun SMU.

Merekalah yang menjadi anggota Jemaat Gereja GBKP Rokan-Kampar Klasis Riau Sumbar. Karena, ketika mereka merantau ke Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, Gereja GBKP lah yang menjangkau mereka atau yang melayani mereka. Apalagi, Sebelum mereka merantau ke Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar ini (Ketika masih di Sumatera Utara) mereka juga adalah anggota Jemaat GBKP.

Perlu juga di ketahui bahwa di daerah Pelayanan Gereja GBKP Rokan-Kampar ini, khususnya di Perpulungen Dalu-dalu, Pabaso, Sungai Intan dan Kijang Rejo Simalem ini sangat Sunyi sekali, jauh dari keramaian Kota-kota bersar. Dan sama sekali belum ada listrik sebagai penerangan jalan. Sedangkan Jalan menuju Perpulungen Pabaso dan Kijang Rejo Simalen masih belum di aspal sama sekali. Di sepanjang perjalanan kemanapun Saya melayani, hanya menyaksikan pemandangan Perkebunan-perkebunan Sawit dan perkebunan Karet. Anda bisa bayangkan bila melayani jemaat ini di malam hari dengan naik Motor/Honda?. Benar-benar penuh tantangan dan rintangan. Inilah Pelayanan, dalam situasi bagaimanapun itu dan pada saat apapun itu kita harus merasakan itu sebagai sebuah Sukacita dan Damai Sejatera karena itu adalah berkat Tuhan.

Di Gereja GBKP Rokan-Kampar inilah Saya melayani selama 4 tahun sejak tahun 2003 sampai 2007. Sebagai Informasi, di rumah PKPW juga belum ada Listrik pada saat itu (mungkin saat ini sudah ada).

Sejarah Zending GBKP/ Injil masuk ke Tanah Karo.

Karya Penyelamatan Allah ditengah-tengah masyarakat Karo di awali pada 18 April 1890 oleh Nederlands Zendelings Genootschap (NZG) di desa Buluh Awar Kecamatan Deliserdang Sumatera Utara. Dari sinilah awalnya Orang-orang Karo mengenal Injil. Injil Tuhan Yesus yang di tabur oleh para Pendeta atau para Penginjil dari Belanda itu pun akhirnya bertumbuh dan berkembang. Mereka adalah Pdt HC Kryut dan Pdt Neuman. Diawal penginjilan tidak lebih 10 Orang (Jiwa) yang menjadi Pengikut Tuhan Yesus. 50 tahun kemudian tepatnya di tahun 1941 anggota Jemaat GBKP menjadi 5000 orang. Pada tahun yang sama ada 2 orang Pendeta GBKP yang di tahbiskan menjadi Pendeta yaitu Pdt Palem Sitepu dan Pdt Thomas Sibero. Begitu sulitnya Injil berkembang di Tanah Karo. Akan tetapi seperti yang dikatakan dalam Firman Tuhan : Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi Pertumbuhan (I Korintus 3 : 6). Meskipun banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh para Pendeta dan Penginjil pada saat itu mereka terus bersemangat untuk memberitakan Injil kepada Orang-orang Karo yang belum mengenal Tuhan Yesus atau yang belum beragama Kristen. Karena pada saat itu Orang Karo masih menganut Agama Suku. Yaitu Agama Pemena atau Perbegu. Akhirnya Injil sangat berkembang di Tanah Karo. Agama Kristen menjadi Agama Mayoritas Orang-orang Karo, mereka meninggalkan kepercayaan lamanya yaitu Agama Pemena. Puji Tuhan Saat ini, Gereja GBKP memiliki 289.457 (Jiwa) Anggota Jemaat GBKP, 20 Klasis, 437 Majelis Jemaat dan 809 Pos Pekabaran InjiI tersebar di hampir 20 Provinsi di Indonesia. Dilayani oleh 262 Orang Pendeta dan 9.111 Orang Pertua/Diaken.

Pelayanan Ke Penjara Bangkinang Kabupaten Kampar.

Ditengah Pelayanan Saya yang padat, Saya masih menyempatkan waktu untuk melayani Orang-orang di Lembaga Permasyarakatan/Penjara Bangkinang selama 2,5 tahun. Penjara ini berada di Kota Bangkinang, Bangkinang adalah Ibu kota Kabupaten Kampar. Jarak Penjara Bangkinang ini dari tempat Saya ada 60an Kilometer. Saya terpanggil untuk melayani mereka meskipun secara Tata Gereja (Aturan dan Peraturan) GBKP Saya hanya di tempatkan/ditugaskan di Gereja GBKP Rokan-Kampar. Akan tetapi, Saya berusaha untuk membagi waktu melayani ke Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan Bangkinang itu minimal 1 bulan sekali. Tepatnya setiap hari Kamis atau Sabtu jam 11 pagi sampai jam 1 siang. Mereka yang beragama Kristen Protestan dan Katolik Saya layani. Seperti biasa, Pelayanan di Penjara adalah melakukan Ibadah/Kebaktian selama 1 jam. Setelah melakukan Ibadah atau Kebaktian dilanjutkan dengan Berdiskusi atau tanya jawab tentang Alkitab atau Firman Tuhan lebih kurang 30 menit. Setelah berdiskusi atau tanya jawab dilakukan biasanya ada juga satu atau dua orang tahanan Penjara Bangkinang ini yang minta Konseling Pastoral secara pribadi. Dan ada juga yang minta di Doakan secara Pribadi. Mengingat kesalahan-kesalahan yang pernah mereka lakukan misalnya mencuri, merapok, membunuh, memperkosa dan Memakai Narkoba. Jadi, mereka selalu di hantui perasaan bersalah. Mereka merasa belum diampuni oleh Tuhan karena begitu banyak Dosa-dosa atau Kesalahan yang mereka lakukan.

Dari sinilah beberapa dari mereka meminta kepada Saya agar di Lembaga Pemasyarakatan atau Penjara Bangkinang ini dilakukan “Perjamuan Kudus” seperti lazimnya di Gereja-gereja. Karena mereka beranggapan dengan melakukan Perjamuan Kudus mereka lebih merasa “Terampuni segala Dosa dan Kesalahannya”. Jujur saja, Saya senang senang sekali mendengar permintaan tersebut. Untuk itulah saya menidaklanjutinya ke Gereja Saya GBKP Rokan-Kampar. Pada prinsipnya mereka (Pengurus Gereja GBKP Rokan-Kampar) setuju. Kemudian Saya juga masih membawa permintaan para tahanan Penjara Bangkinang ini ke tingkat Klasis Riau-Sumbar. Mereka (BP Klasis Riau-Sumbar) juga setuju Perjamuan Kudus di Penjara Bangkinang itu di lakukan. Nah, yang menjadi masalah adalah ketika Perjamuan Kudus ini di tanyakan kepada Synode (Pimpinan Pusat tertinggi) gereja GBKP yaitu Moderamen GBKP. Mereka tidak setuju Perjamuan Kudus dilakukan di Penjara Bangkinang dengan alasan “Mereka-mereka yang sedang di tahan/para Narapidana” itu adalah “Orang-orang yang sedang bermasalah atau berdosa”. Dengan demikian, menurut Moderamen GBKP Mereka tidak layak untuk menerima Perjamuan Kudus!! (hal ini saya tanyakan langsung kepada BP Klasis Riau Sumbar dan Moderamen GBKP ketika Sidang Klasis Riau Sumbar tahun 2006 di Pekan Baru)

Dan bahayanya, Moderamen GBKP ini mempertahankan Pendapatnya dengan mengutip “Pernyataan Calvin” katanya begini: Menurut Calvin kita tidak melayani “Orang-orang yang di Penjara” dengan melakukan Sakramen, tapi cukup melalui Kotbah dan Mengujungi mereka saja. Jadi tidak harus dengan melakukan Perjamuan Kudus. Begitu kata Moderamen GBKP itu (Moderamen juga mengatakan GBKP tidak mengenal yang namanya Melakukan Perjamuan Kudus di dalam Penjara). Sungguh aneh ya?? Kita (Gereja) membatasi Pelayanan dan Pemberitaan Injil dengan sekat atau pemahamannya yang dangkal! Tentang Injil! Padahal setelah membaca-baca buku tentang Teologia Calvinis, dan setelah mengikuti KAT (Kuliah Alih Tahun di STT Jafray Makasar Bersama Prof Peter Wyatt ternyata “Perjamuan Kudus bisa dilakukan setiap Minggu dan dimana saja asalkan itu tertib dan tidak sembrono”. Dan memang Saya mempertanyakan hal itu kepada Prof Peter. Apakah memang ada larangan melakukan Perjamuan Kudus di Penjara?? Beliau mengatakan tidak ada larangan untuk hal itu. Dia menjawab, sungguh aneh Orang yang menyatakan Perjamuan Kudus tidak bisa dilakukan di Penjara!! Berarti Perjamuan Kudus di Penjara Bangkinang tersebut pun seharusnya bisa dilakukan. Karena Perjamuan Kudus dilakukan/dilaksanakan Tidak harus di Gedung Gereja. Bisa di Rumah, bisa di Penjara dan bisa juga di Rumah Sakit. Menurut Prof Peter Wyatt (dia seorang pakar Theologia Calvinis). Dalam Kuliah Alih tahun di STT Jafray Makasar. Mengapa di Gereja-gereja Aliran Calvin khusus di Swiss dan Eropah pada saat itu, tidak melakukan Perjamuan Kudus setiap Minggu?

Itu karena Gereja Katolik telah melakukannya terlebih dahulu (Gereja Katolik melakukan Misa setiap hari Minggu), sehingga muncul pendapat agar berbeda dengan Gereja Katolik, dilakukanlah 4 kali saja atau lebih. Asal jangan dilakukan setiap Minggu. Nanti di kira meniru Gereja Katolik. Hal-hal yang seperti inilah yang sering membuat masalah di Gereja-gereja atau di jemaat. Sebenarnya Firman Tuhan atau Alkitab mempersilahkan “Perjamuan Kudus” itu dilakukan kapan dan dimana Saja. Asalkan tidak menghilangkan makna yang sesungguhnya yaitu “Karya Penyelamatan dan penebusan Tuhan Yesus bagi Manusia”. Mengapa masalah ini Saya tuliskan, bagi Saya hal ini sangat menarik sekali. Perjamuan Kudus yang seharusnya menjadi “Milik Orang Percaya” dan bisa dilakukan di Penjara atau dimana saja akan tetapi oleh Karena kebijakan Pimpinan Moderamen GBKP atau Pimpinan Gereja bisa saja Perjamuan Kudus itu tidak dilakukan/dilaksanakan. Mereka (Moderamen GBKP) seharusnya sebagai pendorong tapi bisa juga akhirnya sebagai penghalang Pelayanan Perjamuan Kudus tersebut.

Pelayanan ke Penjara Bangkinang Ini Saya lakukan selama 2,5 tahun. Karena Injil Matius pasal 28 : 16-20. Memerintahkan kita untuk Memberitakan Injil keseluruh Dunia. Sayapun melakukannya, termasuk ke Penjara-penjara. Sebab dalam Injil Matius pasal 25 : 36 juga berkata “Ketika Aku di dalam Penjara kamu mengunjungi Aku”. Hal ini juga menjadi pembelajaran bagi Moderamen GBKP agar mendorong seluruh Pendeta dan Jemaatnya agar lebih mempedulikan saudara/i kita yang sedang berada di dalam Lembaga Permasyarakatan ataupun Penjara. Karena ada banyak Gereja GBKP yang berada di Ibu kota Provinsi dan Ibu Kota Kabupaten yang dekat dengan LP atau Penjara. Mengapa GBKP tidak melihat itu menjadi sebuah Proyek Pelayanan/DIAKONIA? Padahal ada banyak “Jiwa-jiwa” yang rindu akan sentuhan Firman Tuhan! Memang hal ini menjadi sebuah Pergumulan kita bersama, sekedar Info di LP atau Penjara itu tidak ada apa-apa? Kalau kita mau jujur disinilah sebenarnya Pelayanan Gereja GBKP itu di uji. Apa memang benar kita sudah sungguh-sungguh peduli terhadap Sesama Manusia yng sedang susah? Coba bayangkan betapa menderitanya mereka itu? Keluarganya pun tidak mau peduli (mereka jarang di Kunjungi), Pemerintahpun tidak terlalu Peduli, lihat saja menu makanan mereka, hanya layak di berikan pada Anjing atau Babi! (nasi catu, sayur kangkung kuah tanpa garam dan lauknya hanya ikan sisa-sisa! Berbau lagi, sungguh tidak manusiawi). Itulah menu mereka setiap hari. Jangan mimpi makan daging Ayam atau daging Lembu segar seperti yang biasa kita makan. Kondisi kesehatan mereka yang sangat memprihatinkan. Karena kurang Gizi atau Vitamin, mereka juga tidur hanya beralaskan Tikar dan Koran. Tidak se Empuk tempat Tidur Anda dan Saya di rumah. Kasian Mereka. Gerejapun kelihatannya kurang Peduli. Saya tidak tahu apakah ada 10 atau 20 Persen para Pendeta dan Gereja GBKP yang berada di Perkotaan mau mempedulikan atau melayani para Narapidana yang ada di LP atau Penjara itu?.

Saya tidak yakin. Kita hanya melayani mereka dengan kata-kata di Mimbar (seolah-olah kita Peduli mereka). Kita masih mengasihi mereka hanya di Bibir saja! Coba lihat ada sebuah Klasis di GBKP ini yang berjanji melayani ke sebuah LP atau Penjara, bayangkan sampai 3 kali sidang Klasis masih hanya di bicarakan dan di bahas saja. Dan akhirnya, keputusan Sidang Klasis membatalkan Pelayanan atau Perkunjungan Diakonianya ke LP atau Penjara Tersebut. Akhirnya LP atau Penjara tadi tidak jadi di kunjungi atau di layani. (karena alasan tidak ada waktu dan tidak ada yang bisa kesana katanya terlalu jauh) Padahal sebelumnya sudah menjadi Keputusan mereka akan dilayani, tetapi berubah lagi menjadi tidak dilayani!! Hingga saat ini LP atau Penjara tsb belum ada yang mengunjungi atau yang melayaninya! Itulah gambaran kebanyakan Gereja GBKP Simalem ini. Kalau urusan Pelayanan yang tidak mendapatkan apa-apa kita malas kesana. (memang kalau kita melayani LP atau Penjara, jujur saja tidak ada yang memberikan Amplop atau Imbalan materi. Malah terkadang kita yang harus berkorban membawa Bingkisan atau biaya trasport kita tanggung sendiri) upahnya hanya Besar di Sorga dan kita menjalankan Firman Tuhan itu saja. Nah, Kalau mengikuti Sidang Klasis, Konven, Sidang Sinode atau Rapat-rapat dan mengunjungi Orang Kaya yang Sakit atau Masuk Penjara. Yang ada Uang sakunya, kita pasti datang atau mengujunginya.

Saya jadi teringat pada saat ada seorang “Kaya Berat” (dengar-dengar dia punya Kebun Sawit Puluhan Ribu Hektar di Riau) karena ada masalah dia masuk Penjara. Saya terkejut ketika datang berkunjung ke sana di ajak seorang teman Pendeta juga, aneh bin ajaib ada banyak Pendeta-pendeta dan Pengusaha yang datang berkunjung. Bahkan Ketua Dewan Gereja Dunia Pdt Sae Nababan Pun Datang!!. Aneh ya? Kalau Tukang Beca atau Pemulung yang masuk penjara!! Mungkin sampai kiamat tak ada Pendeta yang mengujunginya. Hal ini perlu kita renungkan bersama. Dan ini juga merupakan Keprihatinan kita bersama. Khusus bagi para Pendeta-Pendeta dan BP Runggun yang berada di Kota-kota besar agar mulailah melakukan Pelayanan ke Penjara, Peduli Anak jalanan, Peduli Daerah Kumuh, Peduli Anak yang putus sekolah dan sebagainya. Sekali lagi jangan simpan Uang Tuhan Yesus itu di Bank. Nanti Tuhan minta laporan Pertanggung Jawabannya apakah kita mempergunakan uangNYA itu untuk Peduli Sesama atau hanya untuk biaya “Rapat-rapat atau Sidang-sidang atau juga hanya untuk Perayaan-perayaan dan biaya Makan-makan saja”. Saya tau ada beberapa Gereja di Medan dan mungkin beberapa Klasis yang memiliki Pelayanan ke Penjara atau LP. Tapi bagi yang Belum melakukannya ayo, mulailah. Saya tidak tahu apakah gereja GBKP Pekan Baru, Palembang, Jambi, Bengkulu, Lampung, Padang, Bandung, Jakarta, Bekasi, Semarang, Jogyakarta, Bali, Surabaya, Makasar, Pontianak apakah sudah melakukan Pelayanan ke LP atau Penjara di sekitarnya? Pelayanan yang rutin ya, bukan sesekali seperti ketika Natal atau Paskah saja kita mengunjungi Penjara atau LP. Bukan begitu maksudnya. Pelayanan yang berkelanjutan misalnya sebulan sekali kita datang mengunjungi Penjara atau LP itu dengan membawa Bingkisan berupa Renungan Harian, mungkin memberi mereka makan atau juga membawa obat gatal-gatal (biasanya di LP atau Penjara Penyakit ini sering terjadi mereka bermasalah dengan air yang kurang bersih), atau juga membawa Odol dan sikat Gigi. Selamat memulai.

Perjamuan Kudus Menurut Calvin

Kita diterima Allah didalam keluarga-Nya, supaya kita dianggap-Nya bukan hanya sebagai pelayan-Nya, melainkan sebagai anak-anak-Nya. Sesudah itu, agar dilaksanakan-Nya peran-Nya sebagai Bapa yang baik yang selalu memikirkan anak-anak-Nya, Dia beriktihar memberi kita makan sepanjang perjalanan hidup kita. Dan karena itupun belum dianggap-Nya cukup, maka dengan memberi kita sebuah jaminan, kita hendak diyakinkan-Nya akan kemurahan-Nya yang takkan habis-habisnya itu. Dengan maksud itu melalui tangan anak-Nya yang tunggal diberi-Nya kepada gereja sebuah sakramen lagi, yaitu hidangan rohani. Didalamnya Kristus bersaksi bahwa Dia-lah roti hidup, roti yang menjadi makanan bagi jiwa kita untuk mencapai hidup yang kekal, yang benar dan berbahagia.

Tanda-tandanya ialah roti dan anggur, yang mewakili bagi kita makanan yang tak kelihatan yang kita terima dari daging dan darah Kristus. Didalam Babtisan kita dilahirkan kembali oleh Allah, kita dimasukkan-Nya kedalam persekutuan Gereja-Nya dan diangkat-Nya menjadi anak-anak-Nya. Dan Dia melaksanakan tugas seorang kepala keluarga yang ingat akan nasip anak-anak-Nya dengan senantiasa menyediakan makanan bagi kita supaya kita terpelihara dan selamat didalam kehidupan yang dimaksudkan-Nya bagi kita waktu kita dilahirkan-Nya dengan firman-Nya. Kristus selanjutnya merupakan satu-satunya makanan jiwa kita, dan oleh karena itu kita dipanggil oleh Bapa kita disorga untuk datang kepada Dia supaya setelah menjadi segar karena makan dari makanan itu, kita setiap kali dapat menghimpun tenaga sampai kita mencapai kehidupan kekal disorga. Dan oleh karena misteri persekutuan yang tersembunyi antara Kristus dengan Orang-orang saleh menurut hakikatnya sukar dipahami, maka diperlihatkan-Nyalah tokoh dan gambar dari hal itu dengan tanda-tanda yang bisa dilihat, yang tepat sesuai dengan daya paham kita yang kerdil. Memang, dengan jaminan-jaminan dan tanda-tanda yang diberikan-Nya, dia boleh dikatakan membuat hal itu begitu pasti bagi kita, sehingga seakan-akan terlihat oleh mata. Sebab pikiran yang paling dungu pun dapat menangkap perumpamaan yang sederhana ini: sebagaimana kehidupan jasmani ini dipelihara dengan roti dan anggur, begitu pula Kristus menjadi makanan bagi jiwa.

Jadi, sudah kita lihat apa tujuan berkat yang tersembunyi ini, yaitu untuk menegaskan kepada kita bahwa tubuh Tuhan pernah dikorbankan untuk sedemikian rupa sehingga sekarang dapat kita makan, dan dengan makanan kita merasakan didalam diri kita kekuatan kurban yang satu itu; bahwa darah-Nya pernah ditumpahkan untuk kita supaya menjadi minuman bagi kita untuk selama-lamanya. Dan demikianlah bunyi janji yang ditambahkan, “Ambillah, inilah tubuh-Ku yang di serahkan bagi kamu” (Mat 26:26 ; Mark 14:22 ; Luk 22:19 ; 1 Kor 11:24). Jadi, kita disuruh mengambil dan memakan tubuh yang satu kali dikorbankan demi keselamatan kita, supaya karena melihat bahwa kita mendapat bagian dari tubuh itu, kita dapat memastikan bahwa kekuatan dari kematian-Nya yang menghidupkan itu akan manjur dalam diri kita. Itulah sebabnya cawan itu dinamakan-Nya perjanjian dalam darah-Nya. Sebab perjanjian yang pernah satu kali dikuatkan-Nya dengan darah-Nya, boleh dikatakan diperbarui-Nya atau lebih tepat dilanjutkan-Nya – sejauh menyangkut penguatan iman kita – tiap kali darah kudus itu diberi-Nya untuk kita minum.

Mengenai semuanya itu kita didalam sakramen ini mendapat kesaksian yang teguh. Kita bahkan harus yakin dengan pasti bahwa semuanya itu benar-benar diperlihatkan pada kita seakan-akan Kristus sendiri hadir dan dipertontonkan kepada mata kita serta diraba oleh tangan kita. Sebab, tidak mungkin ada kebohongan atau penipuan dalam kata ini, “Ambillah, makanlah, minumlah, inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu, inilah darah-Ku yang ditumpahkan untuk pengampunan dosa”. Dengan memerintahkan kita supaya mengambil, diberitahukan-Nya bahwa itu adalah kepunyaan kita; dengan memerintahkan kita supaya memakan, ditunjukkan-Nya bahwa yang kita makan itu akan menjadi satu substansi dengan kita; dengan menyatakan bahwa tubuh-Nya telah diserahkan bagi kita, dan bahwa darah-Nya telah ditumpahkan bagi kita, diajarkan-Nya bahwa tubuh dan darah itu telah ditanggalkan-Nya bukan karena hal itu berguna bagi Dia, melainkan demi keselamatan kita.

Selanjutnya, disini kita harus awas supaya jangan sampai melakukan dua kesalahan. Jangan sampai kita terlalu melemahkan tanda-tanda dan demikian seakan memisahkan tanda-tanda dari rahasia-rahasia yang ada padanya tanda-tanda itu boleh dikatakan terikat. Dan jangan sampai kita menyanjungnya terlalu tinggi sehingga rahasia-rahasia itu sendiri seakan-akan digelapkan.

Saya berkata bahwa sakramen Perjamuan yang Kudus itu terdiri dari dua hal : tanda-tanda jasmani yang menggambarkan perkara-perkara yang tak kelihatan didepan mata kita sesuai dengan daya paham akal kita yang lemah, dan kebenaran rohani yang digambarkan dan sekaligus diberikan lambang-lambang itu. Bila saya hendak memperlihatkan secara sederhana bagaimana kebenaran itu, maka biasanya saya mengemukakan tiga hal : makna, zat yang berhubungan dengannya, dan kekuatan atau akibat yang dihasilkan oleh yang dua ini. Makna itu terletak dalam janji-janji yang boleh dikatakan terselubung dalam tanda itu. Zat atau substansi itu saya namakan Kristus beserta kematian dan kebangkitan-Nya. Dan dengan akibat saya maksudkan penebusan, kebenaran, penyucian, dan kehidupan kekal, beserta semua kebaikan lainnya yang dianugerahkan kepada kita oleh Kristus.

Memang, semua hal ini ada hubungannya dengan iman. Bila saya berkata bahwa Kristus diperoleh dengan iman, saya tidak bermaksud bahwa kita hanya menerima pengertian dan bayangan mengenai Dia. Itulah tafsiran yang dicari-cari yang saya tidak mau biarkan. Sebab, janji-janji itu menawarkan Dia bukan supaya kita berhenti pada pengematan saja serta pada pengetahuan yang kosong, melainkan supaya kita menikmati hubungan yang benar dengan Dia. Saya betul-betul tidak mengerti bagaimana seseorang percaya memiliki penebusan dan kebenaran dalam Salib Kristus, serta kehidupan didalam kematian-Nya, kalau ia tidak pertama-tama bertumpu pada persekutuan yang benar dengan Kristus. Sebab, harta-harta itu tidak akan sampai kepada kita kalau Kristus tidak lebih dulu membuat diri-Nya menjadi milik kita.

Jadi, saya berkata bahwa dalam Sakramen Perjamuan, dengan lambang-lambang roti dan anggur, Kristus sesungguhnya diberikan kepada kita, yaitu tubuh dan darah-Nya, yang didalam Dia telah memenuhi seluruh ketaatan agar memperoleh kebenaran bagi kita. Tujuannya supaya kita pertama-tama bersatu dengan Dia, menjadi satu tubuh, dan juga supaya kita, dengan memperoleh bagian dalam substansi-Nya, akan merasakan pula kekuatan-Nya dalam persekutuan dengan semua harta-Nya.

Kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus harus kita anggap sedemikian rupa sehingga dia tidak diikat dalam unsur roti dan tidak dikurung didalam roti. Kita juga tidak boleh membatasi-Nya dengan cara yang ini atau yang itu (karena semua itu jelas mengurangi kemuliaan sorgawi-Nya), juga tidak menghilangkan kebesaran-Nya sendiri atau menyobek-nyobek-Nya sampai Dia sekaligus berada lebih dari satu tempat atau menghayalkan bagi-Nya keluasan yang tak terperikan yang terbentang melalui langit dan bumi. Sebab, hal-hal itu jelas bertentangan dengan kenyataan bahwa Dia mempunyai tabiat manusia yang tulen. Kedua pembatasan ini, kata saya, sekali-kali tidak boleh kita biarkan direbut dari kita : 1) Kemuliaan Sorgawi Kristus tidak boleh dikurangi – seperti yang terjadi bila Dia dimasukkan kedalam unsur-unsur yang dapat binasa itu, yang termasuk dunia ini, atau dikaitkan dengan salah satu hal yang diciptakan dibumi ini. Dan 2) tubuh-Nya jangan dianggap mempunyai sifat apapun yang tidak cocok dengan tabiat manusia seperti yang terjadi bila dikatakan bahwa tubuh itu tak ada batasnya, atau bila tubuh itu ditentukan berada dibeberapa tempat sekaligus.

Tiga pengarang Kitab-kitab injil dan Paulus menceritakan bahwa Kristus telah mengambil roti, dan sesudah mengucap berkat memecah-mecahkannya, lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku yang diserahkan (Atau dipecah-pecahkan) bagi kamu:. Mengenai cawan, Matius dan Markus menceritakan bahwa beginilah kata Kristus, “Cawan ini adalah darah perjanjian baru oleh darah-Ku). Para pembela dogma transsubstansi berkata bahwa yang dimaksud dengan kata-ganti “Inilah” ialah wujud roti, karena konsekrasi itu dilaksanakan oleh seluruh perkataan dalam rumus itu, dan karena tidak ada substansi yang dapat diperlihatkan. Orang-orang yang lebih hati-hati, meskipun dengan tegas menekankan bunyi harfiah dari ucapan, “Inilah tubuh-Ku”, tidak bersikeras berpegang pada penafsiran itu; kata mereka, maknanya sama dengan bila dikatakan bahwa tubuh Kristus itu adalah “bersama roti, didalam roti dan dibawah [Rupa] roti”.

Adapun upacara lahiriah perayaan itu : tidaklah menjadi soal, apakah orang-orang percaya menerima roti dengan tangan atau tidak, apakah mereka membagi antara mereka atau masing-masing orang makan apa yang diberikan kepadanya, apakah cawan mereka kembalikan kepada diaken atau mereka teruskan kepada orang yang ada disampingnya, apakah roti itu beragi atau tidak, apakah anggur itu merah atau putih warnanya. Hal-hal itu adalah hal-hal yang tidak begitu penting dan diserahkan kepada kebijaksanaan Gereja.

Supaya Perjamuan Kudus dilayankan dengan cara yang paling khidmat, itu hendaknya seringkali disuguhkan kepada jemaat, sekurang-kurangnya “Satu kali Seminggu”. Hendaklah itu dimulai dengan doa resmi; selanjutnya diadakan Khotbah; lalu setelah Pendeta menaruh roti dan anggur diatas meja, hendaklah ia menuturkan bagaimana Perjamuan itu ditetapkan; lalu disebutnya janji-janji yang ditinggalkan bagi kita dalam Perjamuan itu; hendaklah ia sekaligus mengucilkan semua orang yang oleh larangan Tuhan ditolak dari Perjamuan itu. Sesudah itu hendaklah ia berdoa, kiranya Tuhan, sebagaimana Dia karena kemurahan-Nya telah memberikan makanan yang suci itu kepada kita, juga selanjutnya mengajar dan membentuk kita supaya kita menerimanya dengan iman dan hati bersyukur; dan agar kita yang dari diri kita sendiri tidak layak, oleh rahmat-Nya dibuat-Nya layak menerimanya. Maka hendaklah kemudian dinyanyikan mazmur-mazmur, atau ada suatu yang dibacakan, dan hendaklah orang-orang yang percaya dengan tertib yang sepantasnya ikut dalam Perjamuan yang Maha-kudus itu, sedangkan para pelayan memecah-mecahkan roti dan membagi-baginya pada hadirin. Sehabis Perjamuan, hendaklah para hadirin dinasihati agar dengan sungguh-sungguh percaya dan mengamalkan kepercayaan itu, supaya menjalankan cinta kasih dan kehidupan yang patut bagi orang Kristen. Sebagai penutup hendaklah diucapkan syukur dan dinyanyikan pujian bagi Allah. Sesudah selesai, hendaklah jemaat dilepas dengan Damai Sejahtera.

Kesimpulan

Setelah belajar Teologia Calvin dan mengikuti “Kuliah Alih Tahun di STT Jafray Makasar dengan Prof Peter Wyatt” semakin menambah Wawasan dan pengetahuan Saya sebagai seorang Pendeta di Gereja GBKP yang beraliran Calvinis ini. Ternyata Gereja GBKP harus banyak belajar dan menggali Teologia Calvin yang sesungguhnya. Teologia Calvin begitu Kaya. Banyak hal yang menurut Teologia Calvin bisa di terapkan atau dilakukan di Gereja GBKP ini. Gereja GBKP kurang memahami Teologia Calvin secara utuh. Sering kali Gereja GBKP salah memahami Teologia Calvin. Tahu tentang teologia Calvin hanya sedikit, tetapi seolah-olah mengetahui banyak. Ini sangat berbahaya bagi Kelangsungan Gereja GBKP dimasa akan datang. Banyak sekali Teologia Calvin yang disalah artikan di Gereja GBKP. Misalnya mengenai Lingkungan Hidup (Illeggal Logging), Masalah Sosial (Rumah Bordil/Pelacuran), masalah Kemiskinan, Kesalehan, masalah Pemerintahahan Sipil, Ham dan masalah Korupsi.

Sebenarnya Calvin berbicara banyak tentang hal itu. Calvin Peduli masalah Pengungsi, Imigran, Kemiskinan, Kesalehan, Kekudusan, Lingkungan Hidup dan sebagainya. Akan tetapi Gereja-gereja saat ini seperti Gereja GBKP dalam menerjemahkannya/memahaminya hanya Sepotong-sepotong/Sepenggal-sepenggal sehingga tidak utuh. Sama Seperti masalah Perjamuan Kudus di Penjara Bangkinang tadi. Menurut Calvin bisa di lakukan di Penjara dan bila memungkinkan Perjamuan Kudus dilakukan setiap Minggu dan dimana saja termasuk di Penjara. Sedangkan menurut Moderamen Gereja GBKP Perjamuan Kudus tidak bisa di lakukan di Penjara Bangkinang. Perjamuan Kudus hanya boleh dilakukan di Gereja. Itupun hanya 4 kali saja setahun sesuai aturan Gereja GBKP (tata Gereja GBKP). Padahal Alkitab dan Calvin tidak berkata demikian. Hal-hal yang seperti inilah yang perlu di luruskan agar tidak menjadi kekeliruan di masa akan datang. Sehingga pada akhirnya Pimpinan Gereja bisa menjadi faktor Penghalang Pelayanan maupun Firman Tuhan itu sendiri.

Akhirnya dengan membaca buku-buku tentang Teologia Calvin dan mengikuti Kuliah Alih Tahun di STT Jafray Makasar, Saya di kuatkan kembali untuk melakukan Reformasi dan Pembaharuan di Gereja GBKP untuk menyatakan Kebenaran dan menyampaikan Informasi tentang boleh tidaknya Melakukan Perjamuan Kudus di Penjara. Agar saudara-i (mereka yang Kristen) kita yang saat ini berada di Penjara-penjara bukan hanya di Penjara Bangkinang tapi di seluruh Indonesia berhak juga mendapatkan Pelayanan Perjamuan Kudus sebagai mana anggota Jemaat Gereja lainnya. Karena apa yang Saya lakukan itu adalah untuk Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus saja. Dan sesuai dengan Alkitab/Firman Tuhan. Yang melandasi setiap Pelayanan-pelayanan Gereja.

Syalom! Haleluyah. Tuhan Yesus Memberkati AMEN.

Firman Tuhan :

Kata Yesus kepadanya: Akulah Jalan dan Kebenaran Dan Hidup, Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. Yohanes 14 : 6

Kepustakaan

  1. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, Malang, 2006.
  2. Calvin Yohanes, Instutio, Pengajaran Agama Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2005.
  3. Kerr Hugh.T, Calvin's Institutes, Westminster/John Knox Press Louisville, Kentucky, Amerika
  4. Hasil Diskusi dalam Kuliah Alih Tahun di STT Jafray Makasar 7-19 Juli 2008 bersama Prof Peter Wyatt.

1 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Perlunya dialog dalam menentukan sebuah pelarangan ibadah termasuk sakramen perjamuan kudus