Kamis, 17 September 2009

Ubah Peringatan Bahaya Merokok!!!

Hari tanpa tembakau sedunia tanggal 31 Mei 2009 yang lalu, Dunia Internasional mengangkat tema “Tobacco Health Warning”, pada siaran Smart Consummers edisi 29 Juni 2009, bersama dengan YLKI RPK fm menyiarkan obrolan yang bertopik “Kemiskinan yang ditimbulkan tembakau, serta malnutrisi yang ditimbulkan oleh konsumsi tembakau.” Kesadaran ini didasari arahan WHO akan peringatan “Bahaya Merokok” kepada Pictoral Health Warning. Pada siaran yang dipandu Boaz Simanjuntak tersebut, bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, RPK fm, mengkritisi akan peringatan “Bahaya Merokok” yang masih sebatas peringatan “Bahaya Merokok” dalam rangkaian kata-kata. Dalam perbincangan yang menghadirkan Tulus Abadi dari YLKI ini, juga mengingatkan kita bahwa peringatan “Bahaya Merokok” itu, ternyata juga masih diletakkan dibagian belakang dari bungkus rokok yang diperdagangkan.
Peringatan yang tidak efektif ini tentunya juga menunjukkan ketidak seriusan Pemerintah dalam menyehatkan masyarakat Indonesia untuk menjauhi keberadaan tembakau dari kehidupan masyarakat. Padahal, kalau melihat peringatan-peringatan “Bahaya Merokok” yang diterapkan oleh Negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara ataupun juga Negara-negara sahabat di Negara-negara maju, peringatan “Bahaya Merokok” pada bungkus rokok sudah menggunakan gambar segala penyakit yang diakibatkan dari merokok. Dan perlu diketahui juga bahwa rokok produksi di Indonesia yang diperdagangkan di Negara-negara tersebut, sudah membuat kemasan yang diletakkan peringatan “Bahaya Merokok” dengan gambar. Yang memiliki ukuran sebesar 50% dari bungkus rokok, dan diletakkan di depan kemasan. Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keseriusan Pemerintahan sekarang ini untuk menyehatkan keberadaan Masyarakatnya.
Saat ini peranan nyata Pemerintahan Indonesia masih menggunakan PP no.19/2003, yang bila disadari bahwa, kerangka konvesi pengendalian dampak tembakau yaitu, FCTC atau framenwork convention on tobacco control. Telah menjadi hukum internasional. Dan seharusnya Indonesia sebagai actif state party dan legal drafter, sudah melakukan ratifikasi FCTC tersebut, seperti yang telah dilakukan oleh 164 negara.
Adalah hal yang luar biasa bila Pemerintahan Indonesia tetap membiarkan keberadaan Indonesia sebagai Negara konsumen tembakau nomor tiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Reputasi ini rupanya juga belum menggoyahkan Pemerintah Indonesia yang seharusnya memberlakukan tembakau sebagai “Candu” karena, rokok adalah produk yang dikenai cukai dengan nilai dari 10%-30%. Itu memiliki arti bahwa, rokok merupakan produk “Produk yang berdosa” atau “Sin Tax” yang maksudnya adalah agar Masyarakat tidak dengan mudah mendapatkan keberadaan penjualan tembakau dalam bentuk rokok. Seharusnya Pemerintah memasukkan rokok dalam kategori “Bahan Adiktif lainnya” dalam kerangka NARKOBA. Hal ini memang pantas, mengingat akses sangat bebas untuk mendapat rokok, hingga trend prevelensi perokok Muda sangat tinggi, disamping, 70% Perokok Indonesia yang jumlahnya 60 juta Jiwa, yang terkategorikan ke dalam Orang Miskin, baik sebagai produk kota dan ataupun juga Penduduk Desa.
Dalam interaktif yang terjadi dengan para pendengar saat itu, pendengar RPK yang disapa dengan sahabat RPK mengharapkan YLKI untuk berperan aktif mensosialisasikan “Bahaya Merokok” menyebabkan penyakit stroke tersebut. Dan memang selain Stroke, YLKI dan Lembaga-lembaga Sosial yang begitu perduli, memang juga terus berjuang untuk mendorong ratifikasi tersebut diatas. Selain itu juga, Depertemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM saat ini masih merancang ulang peringatan kesehatan yang ada di bungkus rokok terhadap apa yang ada dalam PP no 19/2003, agar bisa tampil lebih jelas, lebih tegas, menunjukkan langsung akibat yang ditimbulkan. Dan Pemerintah saat ini, masih membiarkan Indonesia sebagai satu-satunya Negara Asia yang belum menandatangani FCTC, apa lagi meratifikasi. Selain itu juga, interaksi lainnya mengangkat permasalahan pandangan kondisi ini sebagai lingkup edukasi terhadap Masyarakat dalam masalah rokok. Seperti halnya keberadaan sponsor “Olahraga” saja oleh rokok, yang begitu Nampak memutar balikkan dari kenyataan yang ada, yaitu rokok yang bisa “Menghancurkan Kesehatan dan Olahraga” yang meningkatkan kesehatan manusia. Dan pada sisi lain, cukai yang dibayar Perokok itu, sebenarnya beranjak dari Kalangan MISKIN!. Jumlah cukai sebesar 50 juta trilyun rupiah, yang hal ini berarti bila diambil 1 trilyun saja maka pembiayaan terhadap olahraga dan kegiatan menyehatkan ini dibiayai oleh industry rokok yang bisa hilang sama sekali.
Dengan posisi Indonesia yang masih belum meratifikasi FCTC serta RUU pengendalian tembakau yang masih belum jelas ini, edukasi atau legalitasi peraturan harus berjalan dan sejalan. Dengan peningkatan harga cukai rokok, pelarangan total iklan dan sponsor rokok, penyediaan kawasan tanpa rokok, dan peringatan dalam bentuk gambar pada kemasan rokok. Dan tentunya harus diberadakan paradigma bahwa, merokok bukan Kebiasaan tapi Adiksi!!

“BUKAN KAMU YANG MENGHISAP ROKOK, TAPI ROKOK YANG MENGHISAP KAMU!!!
STOP MEROKOK!!! SEKARANG JUGA!!!!STOP MEROKOK!!!

Pdt Masada Sinukaban
Kesaktian Peduli Generasi Indonesia

Tidak ada komentar: