Kamis, 17 September 2009

STT SETIA Setahun di Pengungsian??

“Aku ingin kembali kuliah disana”, kata Hasniah Ujung (24). Perempuan asal Palopo, Sulawesi Tengah ini kemudian bercerita tentang kampus STT SETIA di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Satu tahun sudah, Hasniah bersama Mahasiswa STT SETIA terpaksa tidup di bawah tenda-tenda di Bumi Perkemahan Pramuka (BUPETRA) Cibubur. Ditempat ini mereka mendiami 14 tenda yang masing-masing dapat menampung 50 orang.
Mereka tidur berselimutkan awan. Berteman nyamuk dan terpaksa harus menerima konsekuensinya; sakit. Apalagi musim hujan. Sejumlah penyakit akrab dengan para mahasiswa ini. Sebur saja sakit kepala, flu, pilek demam hingga tipus. Mulanya penderitaan ini masih bisa dimaklumi, karena banyak pihak yang bersimpati dan menemani perjuangan mereka kembali ke kampus. Tapi lambat laun simpati itu mulai berkurang bahkan nyaris padam. Ditengah suasana penerimaan mahasiswa baru, STT Setia melakukan refleksi, mengenang nasib mereka. Sejumlah kesedihan menyeruak. Termasuk kekecewaan akan nasib yang tidak untung meski keberadaannya tidak jauh dari pusat pemerintahan.
Nasib malang yang mereka lakoni ini disebabkan penyerangan terhadap kampus mereka. Kampus yang aman tentram itu diusik oleh segelintir orang yang bermotif permusuhan. Lewat aksi yang terencana, memaanfaatkan sentiment agama, sekitar 2000 mahasiswa STT Setia terpaksa dievakuasi aparat keamanan keluar dari kampusnya. Mereka kini hidup dengan kondisi memprihatinkan. Selain di Bupetra Cibubur. Sebagian mahasiswa menempati wisma Transito, Jakarta Timur. Sedangkan lainnya mengambil tempat di bekas kantor Walikota di Jakarta Barat.
RELOKASI KAMPUS
Sejak terusir dari kampusnya, pimpinan STT, sekalikgus pengurus yayasan Bina Setia Indonesia (YBSI) yang menaunginya berupaya mencari solusi. Upaya kembali kekampus nampaknya kandas. Selain situasi yang tidak memungkinkan, amuk massa yang mengancam berkobar menyebabkan pilihan ini mungkin ditempuh. Jadi relokasi sebagai solusi alternative. Sudah empat tempat dituju namun terhadang kendala. Misalkan lokasi seluas 1,8Ha di Cipayung, Jakarta Timur dan lahan seluas 1,5Ha di Kebon Nanas, Jakarta Timur yang batal ditindak lanjuti karena disebut Pemda sebagai wilayah yang tidak aman untuk STT berdiri. Begitu juga lokasi di Munjul, Ciracas seluas 1,8Ha. Sedangkan areal lain di Lippo Cikarang, diluar Jakarta masih di telaah lebih jauh.
Kesulitan ini semakin ditambah dengan kebutuhan hidup yang begitu berat. Untuk satu bulan, mereka yang tinggal Bumi Putera Cibubur membutuhkan kurang lebih 150 juta untuk mengadakan beras. Jumlah ini diluar lauk dan sayuran yang dibutuhkan manusia sehat. “Tetapi meski kondisi kami begini, tahun ajaran baru ini, kami menerima kurang lebih 300 mahasiswa baru,” kata Pdt Dr.Matheus Mangentang. Direktur STT Setia, usai ibadah STT Setia di pengungsian.
Memang meski dalam kondisi memprihatinkan, proses perkuliahan terus berjalan. Meski harus berkantor di bawah tenda. Berkuliah dibawah tenda. Berasrama dibawah tenda. Begitu juga dengan sejumlah fasilitas kampus. Perpustakaan yang begitu dibutuhkan terpaksa menempati ruangan di kantor ex-walikota Jakarta Barat. Dan ini begitu menyusahkan mahasiswa yang tengah menyelesaikan tugas akhir.
“Kami harus bolak balik ke kampus di Jakarta Barat”, keluh Hasniah. Kini mahasiswa program Pendidikan Agama Kristen itu telah menyelesaikan skripsinya. Bahkan telah diwisuda. Siap menuju tempat tugasnya di Landak, Kalimantan Barat. Meninggalkan keruwetan yang masih membelit kampusnya. Akan tetapi, keinginan untuk merasakan perkuliahan di kampus tercinta masih membara. Sebuah keinginan yang sulit tercapai. Tetapi minimal Hasniah dan teman-temannya masih punya cerita lain kepada orang yang akan dijumpai. Sebuah cerita tentang terusirnya “Anak Bangsa” dari Kampusnya.

Tuhan Yesus Memberkati!!

Sumber dari Majalah Rohani
Pdt Masada Sinukaban
Kesaktian Peduli Generasi Indonesia

Tidak ada komentar: